Pages

26 Maret 2012

Memaknai Kesementaraan dalam Hidup


Di mata Anda, apa makna harta kekayaan bagi hidup Anda? Apakah harta kekayaan itu segala-galanya? Atau harta kekayaan itu hanya sementara yang bisa hilang setiap saat?

Ada seorang pengembara tiba di sebuah negeri di Timur Tengah. Orang ini mendengar ada seorang bijaksana di negeri itu. Ia sangat ingin menemui orang bijak itu. Pria bijaksana itu dikenal saleh dan baik hati, sehingga sangat dikasihi banyak orang. Untuk itu, tidak sulit menemukan pria bijaksana itu. Ketika pengembara itu bertanya di mana rumahnya, setiap orang yang ditemuinya langsung menunjuk ke arah ujung perkampungan di mana berdiri sebuah gubuk reyot.

Ketika ia mengetuk pintu gubuk itu, muncul seorang pria tua yang mempersilahkan ia masuk. Pengembara itu sangat terkejut mendapati bahwa pria bijaksana itu tinggal di gubuk reyot. Isi rumahnya hanya sebuah meja, sebuah kursi, satu kompor dan alat memasak saja.

Karena merasa tidak nyaman, pengembara itu bertanya, “Di mana perabot rumah Anda?”

Orang bijak itu balik bertanya dengan lembut, “Mana milik Anda?”

Pengembara itu menjawab, “Tentu saja di rumah saya. Kan saya sedang merantau. Tidak mungkin saya membawa perabotan saya.”

Sambil tersenyum, orang bijak itu berkata, “Saya juga. Saya kan sedang merantau di dunia ini.”

Pengembara itu tidak bisa berkata apa-apa. Ia tercengang mendengar kata-kata orang bijak itu.

Sahabat, sering kita merasa bahwa kita adalah pemilik dunia ini. Padahal kita hanyalah diberi pinjaman oleh Sang Pemilik, yaitu Tuhan untuk menggunakan hal-hal duniawi untuk kehidupan kita. Kita hanyalah pengembara yang bepergian ke mana-mana. Namun kita tetap dimiliki oleh Tuhan yang empunya kehidupan ini.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa kita mesti sadar akan perjalanan hidup kita di dunia ini. Yang mesti kita lakukan bukan menumpuk harta yang berlimpah-limpah untuk kehidupan kita. Yang mesti kita utamakan dalam hidup adalah mewujudkan iman kita. Caranya adalah dengan membagikan apa yang kita miliki untuk sesama yang sangat membutuhkan.

Orang yang hanya berpikir tentang mengumpulkan harta kekayaan hanyalah sibuk dengan dirinya sendiri. Akibatnya, orang menjadi resah, ketika harta kekayaannya berkurang atau hilang. Orang menjadi begitu posesif, sehingga tidak mampu lagi mengarahkan hidup bagi sesama.

Karena itu, orang beriman mesti selalu sadar bahwa pengembaraan di dunia ini akan berakhir. Hidup di dunia ini tidak ada yang abadi. Harta kekayaan akan lenyap, karena tidak bersifat kekal. Harta kekayaan tidak menjamin keselamatan jiwa-jiwa. Harta kekayaan hanyalah sarana bagi manusia untuk hidup lebih baik di bumi ini. Dengan demikian, manusia memiliki kemampuan untuk melakukan hal-hal baik bagi sesama.

Mari kita sadari bahwa kita hanyalah pengembara di dunia ini. Dengan demikian, kita mampu mengorbankan hidup bagi sesama yang membutuhkan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


881

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.