Seorang anak lahir setelah 11 tahun pernikahan dari sebuah pasangan yang saling mencintai. Anak itu adalah buah hati mereka satu-satunya. Saat anak tersebut berumur dua tahun, suatu pagi si ayah melihat sebotol obat yang terbuka. Dia terlambat untuk ke kantor, maka dia meminta istrinya untuk menutupnya dan menyimpannya di lemari. Karena kesibukannya di dapur, istrinya sama sekali melupakan hal tersebut.
Anak itu melihat botol itu dan dengan riang memainkannya. Karena tertarik dengan warna obat tersebut, anak itu memakan semua obat yang keras itu. Padahal untuk orang dewasa saja harus meminumnya dengan dosis kecil saja. Sang istri segera membawa si anak ke rumah sakit. Tapi tidak tertolong. Ia merasa ngeri membayangkan bagaimana dia harus menghadapi suaminya.
Ketika si suami datang ke rumah sakit dan melihat anaknya yang telah meninggal, dia memandang istrinya dan mengucapkan 3 kata, “Saya Bersamamu, Sayang”.
Reaksi sang suami yang sangat tidak disangka-sangka itu adalah sikap yang proaktif. Si anak sudah meninggal, tidak bisa dihidupkan kembali. Tidak ada gunanya mencari-cari kesalahan pada sang istri. Lagipula seandainya dia menyempatkan diri untuk menutup dan menyimpan botol tersebut, peristiwa nahas itu tidak akan terjadi. Tidak ada yang perlu disalahkan. Si istri juga kehilangan anak semata wayangnya. Apa yang diperlukan saat ini adalah penghiburan dari sang suami. Tiga kata itulah yang menjadi hiburan yang sangat bernilai tinggi.
Sahabat, manusia sering mencari-cari kesalahan sesamanya. Tidak ada kesalahan pun orang mencari-carinya supaya ada sesuatu yang bisa digunakan untuk menyalahkan sesamanya. Padahal setiap orang itu pasti punya kesalahan. Tidak ada yang sempurna di dunia ini.
Kisah tadi menunjukkan kepada kita bahwa mencari-cari kesalahan orang lain itu tidak berguna. Hal itu hanyalah cara untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain. Sang suami tidak ingin berlarut-larut dalam kesedihan. Ia tidak ingin istrinya hidup dalam bayang-bayang kesalahan yang tidak sengaja dibuatnya.
Untuk itu, dibutuhkan suatu sikap pasrah kepada kehendak Tuhan. Orang mesti berani membiarkan kehendak Tuhan terjadi atas hidupnya. Tuhan memang tidak menghendaki hidup orang berakhir secara tragis. Namun adalah fakta bahwa manusia akan menemukan ajalnya di dunia ini. Karena itu, yang dilakukan adalah kita berusaha untuk menghadapi hidup ini dengan hati yang lapang. Untuk itu, kita butuh sikap penyerahan diri yang mendalam kepada Tuhan.
Sebagai orang beriman, kita mesti tetap membangun suatu penyerahan diri ini. Mengapa? Karena sikap inilah yang mampu membantu kita untuk keluar dari setiap kesulitan yang kita hadapi. Kita dapat menemukan kebahagiaan dan damai dalam hidup ini berkat penyerahan diri yang mendalam kepada Tuhan. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 20.55 WIB.
Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com
536
Anak itu melihat botol itu dan dengan riang memainkannya. Karena tertarik dengan warna obat tersebut, anak itu memakan semua obat yang keras itu. Padahal untuk orang dewasa saja harus meminumnya dengan dosis kecil saja. Sang istri segera membawa si anak ke rumah sakit. Tapi tidak tertolong. Ia merasa ngeri membayangkan bagaimana dia harus menghadapi suaminya.
Ketika si suami datang ke rumah sakit dan melihat anaknya yang telah meninggal, dia memandang istrinya dan mengucapkan 3 kata, “Saya Bersamamu, Sayang”.
Reaksi sang suami yang sangat tidak disangka-sangka itu adalah sikap yang proaktif. Si anak sudah meninggal, tidak bisa dihidupkan kembali. Tidak ada gunanya mencari-cari kesalahan pada sang istri. Lagipula seandainya dia menyempatkan diri untuk menutup dan menyimpan botol tersebut, peristiwa nahas itu tidak akan terjadi. Tidak ada yang perlu disalahkan. Si istri juga kehilangan anak semata wayangnya. Apa yang diperlukan saat ini adalah penghiburan dari sang suami. Tiga kata itulah yang menjadi hiburan yang sangat bernilai tinggi.
Sahabat, manusia sering mencari-cari kesalahan sesamanya. Tidak ada kesalahan pun orang mencari-carinya supaya ada sesuatu yang bisa digunakan untuk menyalahkan sesamanya. Padahal setiap orang itu pasti punya kesalahan. Tidak ada yang sempurna di dunia ini.
Kisah tadi menunjukkan kepada kita bahwa mencari-cari kesalahan orang lain itu tidak berguna. Hal itu hanyalah cara untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain. Sang suami tidak ingin berlarut-larut dalam kesedihan. Ia tidak ingin istrinya hidup dalam bayang-bayang kesalahan yang tidak sengaja dibuatnya.
Untuk itu, dibutuhkan suatu sikap pasrah kepada kehendak Tuhan. Orang mesti berani membiarkan kehendak Tuhan terjadi atas hidupnya. Tuhan memang tidak menghendaki hidup orang berakhir secara tragis. Namun adalah fakta bahwa manusia akan menemukan ajalnya di dunia ini. Karena itu, yang dilakukan adalah kita berusaha untuk menghadapi hidup ini dengan hati yang lapang. Untuk itu, kita butuh sikap penyerahan diri yang mendalam kepada Tuhan.
Sebagai orang beriman, kita mesti tetap membangun suatu penyerahan diri ini. Mengapa? Karena sikap inilah yang mampu membantu kita untuk keluar dari setiap kesulitan yang kita hadapi. Kita dapat menemukan kebahagiaan dan damai dalam hidup ini berkat penyerahan diri yang mendalam kepada Tuhan. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 20.55 WIB.
Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com
536
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.