Suatu hari Yesus sedang mengajar orang banyak di sebuah rumah. Tiba-tiba ibu dan saudara-saudari sepupu Yesus mendatangi Yesus. Mereka sangat ingin menjumpai Yesus. Sudah begitu lama mereka tidak bertemu dengan-Nya, karena selalu berkeliling dari kota dan desa untuk mengajar.
Melihat kehadiran ibu dan saudara-saudari sepupu Yesus itu, beberpa orang menyampaikan kepada-Nya. Mereka berkata, ”Guru, ibu dan saudara-saudari-Mu ingin bertemu dengan-Mu. Mereka sangat rindu untuk berjumpa dengan-Mu.”
Yesus tersenyum mendengar hal itu. Lantas ia berpaling kepada semua yang hadir. Ia berkata, ”Siapa ibu-Ku? Siapa saudara-saudara-Ku? Kalian tahu, ibu dan saudara-saudara-Ku adalah semua orang yang mendengarkan pengajaranKu. Semua kamu yang melaksanakan kehendak Tuhan dalam hidup sehari-hari adalah ibu dan saudara-saudara-Ku.”
Pernyataan Yesus itu membingungkan para pendengar-Nya. Bukankah Yesus itu lahir sebagai manusia dari seorang perempuan bernama Maria? Bukankah saudara-saudari sepupu---Nya dikenal oleh banyak orang? Pernyataan Yesus itu menimbulkan pergunjingan di antara orang banyak.
Namun Yesus mengatakan kepada mereka bahwa kehadiran-Nya di dunia ini bukan hanya untuk orang-orang tertentu saja. Ia hadir bukan hanya untuk keluarga--Nya saja. Ia datang ke dunia untuk semua orang. Ia datang untuk membebaskan dosa seluruh manusia. Tidak peduli mereka berasal dari keluarga besarnya atau tidak.
Sahabat, di negeri kita pernah muncul situasi kolusi, korupsi dan nepotisme atau KKN yang begitu kental. Apa yang terjadi ketika KKN menguasai hidup manusia? Yang terjadi adalah politik kekuasaan dan kepentingan untuk sebagian kecil orang saja. Ketika orang hanya memikirkan kebahagiaan dan keselamatan bagi diri sendiri, orang mengeliminasi sesamanya. Orang tidak memikirkan sesamanya secara lebih luas. Yang dipikirkan hanyalah bagaimana keluarganya lepas dari kungkungan kemiskinan.
Padahal manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Artinya, makhluk yang mesti selalu peduli terhsadap sesamanya. Manusia yang tidak hanya menukik ke dalam dirinya sendiri untuk memikirkan kepentingannya sendiri. Egoisme dan nepotisme mesti dijauhkan dari hidup manusia, kalau manusia ingin terlibat dalam hidup bersama.
Namun sering manusia tidak mampu membendung kepentingan dirinya sendiri. Manusia merasa bahwa kalau kepentingan dirinya sendiri sudah terpenuhi, ia akan hidup bahagia. Ternyata tidak demikian. Kepentingan manusia selalu berkaitan dengan kepentingan bersama. Tidak bisa berdiri sendiri.
Untuk itu, manusia mesti berani melepaskan egoisme yang mengikat dirinya itu. Lantas manusia mesti membuka dirinya untuk menerima dan membantu sesamanya untuk mengalami kebahagiaan dalam hidup. Kisah tadi menjadi pelajaran yang sangat bermakna bagi kita. Yesus menyadari kehadiran-Nya bukan hanya untuk segelintir orang saja. Ia hadir untuk membahagiakan semua orang.
Mari kita terus-menerus membuka hati kita bagi kehadiran semua orang dalam hidup kita. Dengan demikian, kita dapat mengalami sukacita dan damai dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
812
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.