Pages

23 Oktober 2010

Berhentilah Marah



Beberapa tahun lalu, seorang teman saya berkunjung ke kota Pontianak. Sahabatnya di sana mengajaknya untuk memancing kepiting. Bagaimana cara memancing kepiting?

Mereka menggunakan sebatang bambu, mengikatkan tali ke batang bambu itu, di ujung lain tali itu mereka mengikat sebuah batu kecil. Lalu mereka mengayun bambu agar batu di ujung tali terayun menuju kepiting yang sedang diincar. Mereka mengganggu kepiting itu dengan batu, menyentak dan menyentak agar kepiting marah. Kalau usaha itu berhasil, maka kepiting itu akan 'menggigit' tali atau batu itu dengan geram. Capitnya akan mencengkeram batu atau tali dengan kuat, sehingga mereka leluasa mengangkat bambu dengan ujung tali berisi seekor kepiting gemuk yang sedang marah.

Teman saya itu berkata, “Kami tinggal mengayun perlahan bambu, agar ujung talinya menuju sebuah wajan besar yang sudah kami isi dengan air mendidih. Kami celupkan kepiting yang sedang murka itu ke dalam wajan tersebut. Seketika kepiting melepaskan gigitan dan tubuhnya menjadi merah. Tidak lama kemudian kami bisa menikmati Kepiting Rebus yang sangat lezat. Kepiting itu menjadi korban santapan kami karena kemarahannya, karena kegeramannya atas gangguan yang kami lakukan melalui sebatang bambu, seutas tali dan sebuah batu kecil.”

Sahabat, banyak orang jatuh dalam kesulitan, menghadapi masalah, kehilangan peluang, kehilangan jabatan, bahkan kehilangan segalanya karena marah. Mengapa orang menjadi marah? Mungkin inilah pertanyaan yang paling mendasar yang mesti dijawab oleh setiap orang.

Ada banyak alasan orang menjadi marah. Namun satu hal yang dapat dikatakan adalah orang menjadi marah, karena orang mudah dikuasai oleh emosinya. Emosi yang membara dapat membuat orang gelap mata. Orang tidak tahu lagi apa yang dihadapi. Orang hanya memuaskan emosinya yang biasanya bersifat sesaat itu.

Untuk itu, orang mesti berani mengendalikan emosinya. Orang mesti berusaha sekuat tenaga untuk membiarkan emosinya mengalir perlahan hingga menjadi dingin. Tidak mudah terbakar oleh emosi yang bersifat sesaat itu. Kalau orang bersikap seperti ini, orang menemukan damai dan bahagia dalam hidupnya. Orang akan merasakan bahwa hidup ini semakin indah dan berguna bagi orang lain.

Mari kita berusaha untuk mengendalikan emosi kita. Dengan demikian, hidup kita menjadi aman dan tenteram. Kita dapat membangun suatu hidup yang lebih baik dengan Tuhan dan sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 20.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com

534

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.