Seorang gadis tumbuh dalam suasana dendam terhadap ayahnya. Pasalnya, ayahnya selalu menampar ibunya. Ayahnya tidak segan-segan melakukan hal itu di depan matanya. Sering ia menangis histeris menyaksikan ayahnya yang berbadan kekar itu menampar pipi ibunya. Ia memeluk ibunya yang kesakitan. Dalam hati, ia menaruh rasa benci yang dalam terhadap ayahnya.
Ketika beranjak dewasa, gadis itu tetap menaruh dendam terhadap ayahnya. Bahkan ia membenci setiap lelaki yang dijumpainya. Setiap lelaki yang berusaha mendekatinya selalu ia tolak. Ia takut, kalau-kalau ia mengalami hal yang sama seperti yang dialami oleh ibu kandungnya. Luka batinnya masih tersimpan rapat-rapat di dalam hatinya. Ia tidak bisa dengan mudah mengampuni ayahnya. Ia juga tetap menaruh curiga terhadap setiap lelaki.
Sebenarnya ibunya selalu mengajarinya untuk selalu mengampuni ayahnya. Tetapi gadis itu terlanjur membenci ayahnya. Ia tidak bisa begitu saya melepaskan diri dari rasa benci itu. Baginya, seharusnya ayahnya senantiasa melindungi ibunya. Bukan sebaliknya, menyiksa ibunya.
“Apa gunanya saya memberikan pengampunan, kalau hati saya masih sakit dan terluka?” kata gadis itu kepada ibunya.
Obat dari luka batin itu adalah pengampunan. Hanya melalui pengampunan itu orang dapat lepas dari rasa sakit hati yang mendalam. Tetapi mengapa gadis itu tidak bisa mengampuni ayahnya? Karena ia masih memiliki rasa benci dan dendam yang mendalam terhadap perlakuan ayahnya atas ibunya. Ia masuk dalam kebencian perseteruan. Awalnya ia memeluk ibunya dan menangis bersama ibunya. Lalu ia tidak mau memandang wajah ayahnya. Ia tidak mau menegur ayahnya sambil dalam hatinya ia mengancam akan membalas perlakukan ayahnya, meski ia tak mampu.
Kebencian perseteruan itu berakibat lanjut yang lebih buruk lagi, yaitu menghendaki orang yang menyakiti hati itu mengalami suatu penderitaan. Misalnya, ia mengharapkan orang yang menyakitinya itu mengalami kecelakaan lalu lintas. Atau menghendaki orang yang menyakitinya itu mati secara mendadak.
Karena itu, langkah pertama yang mesti diambil untuk mengobati luka batin adalah orang yang bersangkutan mesti berani mengakui bahwa ia membenci orang yang menyakiti hatinya. Kalau hal ini yang terjadi, maka orang akan mudah untuk mencari alasan-alasan membenci orang lain. Alasan-alasan itu kemudian lambat laun disadari dan diusahakan untuk diselesaikan.
Langkah berikutnya adalah orang mesti yakin bahwa obat paling mujarab untuk luka batin adalah pengampunan. Tetapi pengampunan itu bukan hanya soal perasaan. Yang paling utama dalam pengampunan adalah keputusan untuk mengampuni sesama yang bersalah. Keputusan untuk mengampuni itu menambah daya kekuatan bagi seseorang untuk menerima sesama yang menyakiti dan melukai batinnya dengan lebih baik. Ia tidak lagi menolak kehadirannya. Justru ia memberi kesempatan kepada orang yang menyakiti dan melukai hatinya itu hadir dalam lubuk hatinya. Bukan lagi sebagai orang yang mesti dibenci, tetapi sebagai orang yang menerima kasih sayang darinya.
Mampukah kita mengampuni mereka yang pernah menyakiti dan melukai hati kita? Kalau kita memiliki kasih yang besar, kita akan mampu mengampuni mereka yang pernah menyakiti dan melukai hati kita. Kita mohon agar Tuhan yang mahapengasih dan mahapenyayang membantu kita dalam usaha kita membangun hidup yang penuh pengampunan. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com
332
Bagikan
25 Februari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.