Pages

24 Februari 2010

Menyerahkan Kesepian kepada Tuhan




Namanya Dolores. Ia meninggal ketika masih berusia sangat muda. Tiada seorang pun yang datang mengunjunginya, ketika ia sakit karena ia anak semata wayang dari kedua almarhum orangtuanya. Ia berhenti sekolah ketika masih duduk di bangku SD, karena ia mesti berjuang sendirian sejak sepeninggal orangtuanya. Waktu itu, ia berusia lima belas tahun.

Saya mengunjunginya setahun sebelum ia meninggal. Ia baru saja pulang dari ladang, ketika saya tiba di gubuknya yang mungil dan reyot. Ia tampak seperti perempuan yang berusia lima puluh tahun. Tubuhnya kurus kerempeng tak berisi. Ia memandang saya dengan tatapan mata yang nanar. Meski begitu, ia masih tersenyum manis kepada saya. Sebuah sunggingan senyum mengenaskan dari wajah yang menderita.

Beberapa saat setelah duduk di dalam gubuknya, ia berbisik, “Saya sangat capek dan sepi… Tiada yang menolong saya bekerja di ladang. Saya mesti berjuang sendiri. Saya tidak tahu kapan saya akan mengakhiri perjalanan panjang yang melelahkan ini…”

Saya berusaha menghiburnya, “Jangan putus asa, Dolores. Anda masih punya kesempatan untuk mengubah hidupmu.”

Dengan suara pelan ia berkata, “Saya mengerti. Tetapi ini gambaran nyata hidup saya. Saya bangun pagi-pagi buta dan bekerja keras di ladang, tetapi saya tidak bahagia. Tiada seorang pun yang datang mengunjungi saya.”

Memang, hanya kesepian yang menjadi teman perjalanan hidup Dolores. Ia rindu untuk lepas dari kesepian itu, tetapi ia seolah terbelenggu oleh hidup yang begitu sulit.

Saya rasa setiap orang pernah merasa sepi. Ada banyak alasan bagi seseorang untuk mengalami kesepian. Barangkali ada orang yang mulai merasa sepi, ketika suami atau istrinya meninggal dunia. Ada pula yang merasa sepi, ketika teman terbaik mereka pindah ke tempat lain. Ada lagi yang merasa sepi, karena gagal dalam pekerjaan. Atau ada yang merasa sepi, ketika pasangannya meninggalkannya sendirian.

Kesepian dapat berakibat fatal bagi hidup manusia. Orang yang dilanda kesepian yang mendalam bisa berbuat nekad dengan cara mengakhiri hidupnya. Kesepian yang dialami secara fisik juga dapat berakibat bagi kesepian secara rohani. Kesepian rohani itu membuat orang kehilangan pegangan dalam hidup mereka. Tuhan yang diandalkan dalam hidup dirasakan menjauh dari diri orang. Akibatnya, orang merasa sepi, meski sebenarnya Tuhan selalu menyertainya sepanjang hidupnya.

Karena itu, orang yang mengalami kesepian secara rohani mesti didampingi untuk sampai pada suatu kesadaran bahwa Tuhan selalu menyertai manusia. Tuhan tidak pernah meninggalkan manusia berjuang sendiri dalam dunia ini. Tuhan senantiasa menuntun hidup manusia. Tuhan selalu peduli terhadap setiap kebutuhan manusia. Karena itu, orang mesti membangun suatu keyakinan yang mendalam bahwa apa pun persoalan yang dihadapi Tuhan selalu menyertai.

Yakinkah Anda bahwa Tuhan tidak membiarkan Anda terpuruk dalam kesepian Anda? Mari kita berserah diri kepada Tuhan yang kita imani itu. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com

331


Bagikan

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.