Pages

01 Maret 2010

Memberi Secangkir Air bagi Yang Haus

Konon suatu hari seorang kaya raya mengumpulkan semua ahli dan orang bijaksana di negerinya. Ia ingin mereka memberikan masukan mengenai pelayanan yang akan dibuat untuk rakyatnya. Ia mau semua rakyatnya hidup sejahtera, damai dan tenteram.

Dengan penuh wibawa ia bertanya kepada mereka, “Mana bentuk pelayanan terbaik dan mana saat yang terbaik untuk memberikan pelayanan bagi rakyat?”

Semua ahli dan orang bijak itu memberi berbagai macam jawaban kepada raja. Namun menurut raja, jawaban-jawaban mereka tidak memuaskan di hatinya. Semua jawaban mereka sudah hal yang biasa. Tidak ada yang baru. Jadi raja memutuskan untuk mendrop semua jawaban mereka.

Lantas suatu hari sementara berjuang melawan musuhnya di medan perang, dia sengaja memisahkan diri dari para prajuritnya dalam sebuah hutan yang lebat. Lalu dia berjalan sendirian. Tanpa seorang pengawal pun. Semakin jauh ia berjalan, ia merasa lapar dan haus yang tak tertahankan. Akhirnya ia menemukan sebuah pertapaan.

Ia masuk ke dalam pertapaan itu dalam kondisi yang lemah. Seorang pertapa tua menerimanya dengan hangat dan menghidangkan secangkir air sejuk bagi raja. Ia juga diberi makan yang secukupnya. Sesudah beristirahat di tempat tidur pertapa itu, raja itu bertanya, “Manakah pelayanan terbaik yang harus aku berikan kepada rakyatku?”

Pertapa tua itu menjawab, “Memberikan secangkir air kepada seseorang yang kehausan.”

Raja mengangguk-anggukan kepalanya. Lalu ia bertanya lagi, “Kapan itu dapat diberikan?”

Dengan penuh kebijaksanaan pertapa itu berkata, “Ketika dia datang dari jauh dan kesepian, sedang mencari suatu tempat yang dapat dicapainya.”

Raja itu sangat terkejut. Ternyata pelayanan yang terbaik itu sangat sederhana. Selama ini ia selalu memikirkan pelayanan yang hebat-hebat. Tetapi pada kenyataannya rakyatnya membutuhkan hal-hal yang biasa untuk mencapai kesejahteraan, damai dan ketenteraman.

Di jaman kini banyak orang menggembar-gemborkan tentang melayani sesama. Ada berbagai usaha yang hebat-hebat dengan program yang luar biasa pula untuk melayani rakyat. Ada usaha-usaha untuk membantu pengentasan kemiskinan. Pertanyaannya, apa yang sudah dicapai melalui program yang hebat-hebat itu? Mungkin sudah banyak yang dicapai. Tetapi kenyataannya adalah masih ada begitu banyak orang yang menderita kelaparan, kurang gizi. Bahkan masih juga ditemukan adanya gizi buruk di daerah-daerah tertentu. Lalu pelayanan macam apa yang sudah diberikann untuk mengentas kemiskinan itu?

Orang yang sungguh beriman itu memberikan suatu pelayanan yang tuntas, tanpa berpikir tentang dirinya sendiri. Ia tidak memikirkan apa yang akan ia peroleh setelah memberikan pelayanan bagi sesamanya yang membutuhkan pertolongan. Mungkin yang terjadi dengan persoalan gizi buruk atau busung lapar adalah persoalan kesungguhan melayani orang-orang yang miskin. Kesungguhan itu mesti tampak dalam karya yang nyata. Kesungguhan pelayanan itu mesti tampak dalam kejujuran dan kesetiaan untuk melayani mereka yang miskin dan lemah.

Hari ini kita sudah berusaha untuk melayani sesama. Karena itu, mari kita bawa semua bentuk pelayanan kita itu dalam hidup kita. Kita ucapkan syukur dan terima kasih atas penyertaan Tuhan bagi kita. Tuhan begitu baik. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com


337
Bagikan

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.