Pages

07 Maret 2010

Menjadi Sahabat yang Baik bagi Sesama



Suatu hari seorang pertapa tua yang tinggal di daerah pegunungan meninggal dunia. Keluarga jauhnya datang untuk melayat dan ingin mengumpulkan barang-barang berharga milik pertapa tua itu. Setibanya di sana yang mereka lihat hanyalah sebuah gubuk tua dengan kamar mandi di sampingnya. Dalam gubuk itu, di dekat tungku batu, ada sebuah panci masak tua dan peralatan dapur lainnya. Sebuah meja retak dengan kursi berkaki tiga mengapit sebuah jendela mungil. Sebuah lampu minyak tanah menjadi perhiasan di tengah-tengah meja. Dalam kegelapan, tampak di sudut ruang kecil itu tempat tidur bobrok dengan alas tikar di atasnya.

Mereka mengambil beberapa barang tua dan beranjak pergi. Tiba-tiba seorang teman lama pertapa yang naik kuda menghentikan mereka. Ia bertanya kepada mereka, “Apakah tuan tidak keberatan kalau saya mengambil sisa barang yang masih ada di pondok sabahat saya?”

Jawab mereka, “Silakan!” Mereka berpikir bahwa sudah tidak ada barang berharga lagi di dalam gubuk reyot itu.

Orang itu masuk ke gubuk dan berjalan ke meja. Ia meraih bagian bawah meja dan mengangkat salah satu papan lantai. Lalu ia mengambil semua emas di situ yang telah ditemukan sahabatnya selama lebih dari lima puluh tahun. Harga emas cukup untuk membangun sebuah istana megah.

Ketika pertapa itu meninggal, hanya sahabatnya itu yang tahu hartanya yang sebenarnya. Ketika sahabatnya itu keluar lewat jendela dan memandang debu di belakang mobil keluarga pertapa yang sudah menjauh itu, ia berkata, “Seharusnya mereka mengenalnya lebih dekat.”

Mengenal sesama lebih dekat itu suatu yang sangat bernilai bagi hidup manusia. Bukan pertama-tama karena sesama itu memiliki harta kekayaan yang banyak. Tetapi lebih-lebih sesama memiliki keunikan, kemampuan dan pengalaman hidup yang bisa membantu kita dalam perjalanan hidup kita. Seorang yang memiliki keunikan, misalnya, kekuatan dalam menghibur orang lain akan sangat berguna dalam membangkitkan semangat hidup. Karena itu, orang seperti ini menjadi kekayaan dalam suatu keluarga, kelompok atau komunitas.

Membangun persahabatan berarti orang mau mengenal lebih dekat dengan sahabatnya itu. Sahabat memiliki kekuatan untuk berbagi pengalaman hidup. Sahabat sejati juga mampu berbagi penderitaan dengan sesamanya. Ia tidak lari, ketika temannya mengalami penderitaan. Justru ia akan menemani sahabat yang menderita itu.

Setiap hari ini kita berjumpa dengan begitu banyak sahabat. Kita bisa bertanya diri apakah sahabat yang kita jumpai itu sahabat-sahabat yang sejati yang mampu berbagi derita dengan kita? Atau sahabat yang oportunis yang hanya datang kepada kita di saat kita mengalami kegembiraan dan sukacita? Nah, kita juga dituntut untuk cermat dalam membangun persahabatan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com

343
Bagikan

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.