Pages

27 Oktober 2009

Usaha Mencintai Budaya Sendiri

Beberapa waktu lalu bangsa kita dikejutkan oleh klaim Malaysia atas lagu Rasa Sayange, Angklung dan Reog Ponorogo. Menurut pemerintah Malaysia, ketiga unsur seni ini milik mereka. Karena itu, mereka menjadikannya hak paten atas ketiga hal ini. Kalau bangsa lain menciptakan hal yang sama, mereka mesti meminta ijin kepada pemerintah Malaysia.


Reaksi dari masyarakat dan pemerintah Indonesia sangat beragam. Banyak protes terjadi terhadap ulah Malaysia ini. Soalnya adalah tiga unsur seni itu berasal dari tanah air ini. Karena itu, pemerintah Malaysia tidak punya hak untuk mematenkannya. Reaksi paling keras dilakukan terhadap Reog Ponorogo di Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta. Berbagai atraksi menentang ditunjukkan. Bahkan ancaman-ancaman pun dikeluarkan oleh para pecinta reog.


Pertanyaan besar bagi kita sebagai bangsa adalah mengapa pematenan terhadap produk kita ini bisa terjadi? Ada berbagai jawaban atas pertanyaan ini. Disinyalir bahwa ada sejumlah pemburu benda budaya dari Malaysia. Mereka langsung mendatangi penduduk, terutama desa-desa di Sumatra. Dengan uang puluhan juta rupiah, naskah-naskah Melayu bersejarah itu berpindah tangan. Tindakan selanjutnya adalah pengklaiman terhadap produk-produk budaya ini.


Namun hal yang lebih utama adalah Malaysia tahu betul bahwa bangsa kita sedang dilanda sindrom cinta produk dari luar negeri. Segala lapisan masyarakat di tanah air sedang menggandrungi produk-produk budaya dari luar negeri. Misalnya, musik rock, olahraga keras seperti smack down, coca cola dan minuman sejenisnya, McDonald, dan berbagai super market dari luar negeri yang merajalela di seantero negeri ini.


Masyarakat Indonesia sedang mencurahkan seluruh perhatian untuk produk-produk budaya dari luar negeri ini. Karena itu, mereka lupa bahwa produk-produk budaya dalam negeri yang memiliki nilai seni tinggi mesti dipatenkan. Masyarakat Indonesia sedang mengalami xenomania (mencintai secara berlebihan produk dari luar negeri).


Dari peristiwa ini, kita diajak untuk mencintai budaya lokal yang kita miliki. Produk-produk budaya kita sebenarnya tidak kalah hebat dengan produk-produk dari luar negeri. Soalnya adalah apakah bangsa ini dapat mencintai kebudayaannya sendiri? Ini pertanyaan yang mesti terus-menerus dijawab oleh setiap insan dari bangsa ini.


Melestarikan budaya sendiri berarti kita ingin menemukan jati diri kita sebagai bangsa. Suatu bangsa yang memiliki harga diri. Suatu bangsa yang memiliki suatu identitas yang jelas meski kita memiliki banyak budaya, bahasa dan suku. Kekayaan budaya yang kita miliki itu semestinya kita perjuangkan dalam kehidupan kita. Dengan demikian produk-produk budaya kita itu tetap menjadi milik kita. Siapa lagi yang mesti mencintai budaya kita, kalau bukan kita sendiri? **

Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.


208

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.