Pages

08 November 2009

Ketika Gengsi Menggerogoti Hidup

Seorang pemudi merasa malu terhadap kawan-kawan sebayanya. Pasalnya, hand phone yang dimilikinya sudah termasuk kuno. Ia ingin memiliki HP lengkap dengan kamera videonya. Soalnya, semua temannya memiliki HP seperti itu. Karena itu, ia merengek-rengek meminta HP baru kepada ayahnya.

Mendengar permintaan anaknya, ayahnya tidak mau ambil pusing. Ia mengatakan kepada anaknya bahwa dengan HP yang ada, ia dapat berkomunikasi dengan siapa saja. Itu sudah cukup. Tidak perlu bergaya dengan HP yang pakai kamera video segala.

Kata anaknya, “HP ini kan sudah kuno, pak. Sudah tidak model lagi di kalangan kaum muda. Gengsi dong pak, pakai HP ketinggalan jaman seperti ini.”

Ayanya terdiam mendengar kata-kata anaknya. Dalam hati, ia merasa bahwa HP yang lengkap dengan kamera video itu mahal. Ia tidak sanggup membelikannya. Lantas ia berkata kepada anaknya, “Nak, ayah tidak punya uang untuk membelikan HP seperti yang kamu minta. Hidup sekarang ini semakin susah. Gaji pegawai negeri akan naik lagi. Artinya, barang-barang kebutuhan hidup lainnya pun akan naik lagi.”

Tetapi anaknya tidak peduli. Ia tetap menuntut sebuah HP baru lengkap dengan kamera video. Ia tidak peduli bahwa hidup ini semakin sulit. Demi gengsi, ia tetap menuntut ayahnya untuk membelikan HP baru.

Gengsi itu memang mahal. Apa pun dilakukan orang untuk menutupi identitas dirinya. Gengsi dapat mengalahkan kondisi ekonomi keluarga yang morat-marit. Orang rela bertahan untuk menunjukkan dirinya sebagai orang yang hebat dan kaya demi gengsi itu. Yang paling diutamakan adalah penampilan luar. Mengapa? Karena penampilan bisa mengubah pandangan orang tentang dirinya.

Dalam kondisi seperti ini, orang tidak malu meminjam segala sesuatu kepada temannya. Misalnya, uang, pakaian bahkan berani meminjam kendaraan mewah untuk menghadiri acara ulang tahun temannya. Orang seperti ini akan bangga bila dipuji oleh orang-orang yang melihatnya.

Sayang, di balik penampilan seperti itu sebenarnya orang dapat menghancurkan dirinya sendiri. Orang hidup dengan topeng-topeng. Orang tidak menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya. Akibatnya, ketika jati dirinya yang sebenarnya terungkap, ia dapat mengalami stress yang berkepanjangan.

Kehidupan ekonomi yang semakin sulit di jaman sekarang ini memaksa orang untuk bekerja lebih keras. Semestinya inilah yang ditampilkan oleh manusia dalam kehidupan ini. Bukan membangun topeng-topeng yang menutupi kekurangan dirinya.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk berani meninggalkan gengsi kita. Kita diajak untuk tampil apa adanya. Hanya dengan cara demikian, kita dapat menjadi orang yang sungguh-sungguh bertahan dalam iman. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

220

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.