Pangeran Billah adalah putra mahkota Sultan Brunei Darusalam yang terkenal sebagai orang terkaya di dunia. Istananya, Nurul Iman, memiliki 1788 ruang dan kamar untuk menjamu tamu-tamunya. Beberapa di antaranya disalut emas murni.
Meski dibesarkan dalam gelimang harta, Pangeran Billah tidak menjadi anak yang manja. Sejak kecil ia diajar untuk tekun mempelajari Kitab Suci dan hidup yang saleh. Ia juga seorang pekerja keras.
Setelah lulus SMA, pada tahun 1995, ia mendaftar di Oxford Univerity di Inggris. Ia diterima di Oxford’s Fereign Service Program bersama 30 mahasiswa asing lainnya. Sejak menjadi mahasiswa, ia berusaha keras menyembunyikan identitasnya. Ia tidak mau dikawal. Ia memakai nama samaran Omar Hasan. Ia meninggalkan semua atribut kebangsawanannya dan pura-pura menjadi orang biasa. Ia bergaul dengan siapa saja tanpa pandang bulu. Tidak seorang pun temannya yang tahu bahwa ia anak Sultan Brunei.
Kisah ini tentu sangat menyentuh hati. Seorang pangeran yang kaya raya meninggalkan segala-galanya untuk meraih cita-cita yang tinggi dalam hidupnya. Untuk itu, ia mesti berani untuk dididik dengan cara-cara yang ditentukan oleh pihak universitas. Ia memiliki kerendahan hati yang begitu dalam. Ia tidak mau memamerkan kebangsawanannya.
Dalam hidup ini kita ditantang untuk bersikap rendah hati. Sikap ini mampu membantu kita untuk meraih kesuksesan dalam hidup. Kerendahan hati itu akan membawa orang kepada suatu hidup yang lebih baik. Banyak orang akan menjadi sahabat orang yang rendah hati. Orang yang sombong biasanya kehilangan banyak sahabat dalam hidupnya.
Salah satu hal yang menarik dari diri Pangeran Billah adalah ia berani mengosongkan dirinya. Ia berani kehilangan identitas kebangsawanannya untuk menjalin relasi yang lebih baik dengan sesamanya. Orang yang berani mengosongkan diri berarti orang berani pula menerima hal-hal yang baik dari luar dirinya. Orang yang ingin memiliki sesuatu itu mesti berani pula mengosongkan diri.
Kalau kita ingin memiliki banyak hal, maka kita diajak untuk rela melepaskan hal-hal yang bagi kita mungkin sangat berguna. Misalnya, kesombongan, keangkuhan dan sikap lekat pada apa yang kita miliki. Memang sulit bagi kita untuk melepaskan hal-hal ini. Namun kalau kita berusaha keras, kiranya kita akan mampu melakukannya.
Untuk itu, kita mesti bekerja bersama Tuhan. Kita mohon bantuan dari Tuhan yang mahapengasih dan penyayang agar kita diberi kekuatan untuk mampu menerima rahmat demi rahmat dari Tuhan. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
Bagikan
Meski dibesarkan dalam gelimang harta, Pangeran Billah tidak menjadi anak yang manja. Sejak kecil ia diajar untuk tekun mempelajari Kitab Suci dan hidup yang saleh. Ia juga seorang pekerja keras.
Setelah lulus SMA, pada tahun 1995, ia mendaftar di Oxford Univerity di Inggris. Ia diterima di Oxford’s Fereign Service Program bersama 30 mahasiswa asing lainnya. Sejak menjadi mahasiswa, ia berusaha keras menyembunyikan identitasnya. Ia tidak mau dikawal. Ia memakai nama samaran Omar Hasan. Ia meninggalkan semua atribut kebangsawanannya dan pura-pura menjadi orang biasa. Ia bergaul dengan siapa saja tanpa pandang bulu. Tidak seorang pun temannya yang tahu bahwa ia anak Sultan Brunei.
Kisah ini tentu sangat menyentuh hati. Seorang pangeran yang kaya raya meninggalkan segala-galanya untuk meraih cita-cita yang tinggi dalam hidupnya. Untuk itu, ia mesti berani untuk dididik dengan cara-cara yang ditentukan oleh pihak universitas. Ia memiliki kerendahan hati yang begitu dalam. Ia tidak mau memamerkan kebangsawanannya.
Dalam hidup ini kita ditantang untuk bersikap rendah hati. Sikap ini mampu membantu kita untuk meraih kesuksesan dalam hidup. Kerendahan hati itu akan membawa orang kepada suatu hidup yang lebih baik. Banyak orang akan menjadi sahabat orang yang rendah hati. Orang yang sombong biasanya kehilangan banyak sahabat dalam hidupnya.
Salah satu hal yang menarik dari diri Pangeran Billah adalah ia berani mengosongkan dirinya. Ia berani kehilangan identitas kebangsawanannya untuk menjalin relasi yang lebih baik dengan sesamanya. Orang yang berani mengosongkan diri berarti orang berani pula menerima hal-hal yang baik dari luar dirinya. Orang yang ingin memiliki sesuatu itu mesti berani pula mengosongkan diri.
Kalau kita ingin memiliki banyak hal, maka kita diajak untuk rela melepaskan hal-hal yang bagi kita mungkin sangat berguna. Misalnya, kesombongan, keangkuhan dan sikap lekat pada apa yang kita miliki. Memang sulit bagi kita untuk melepaskan hal-hal ini. Namun kalau kita berusaha keras, kiranya kita akan mampu melakukannya.
Untuk itu, kita mesti bekerja bersama Tuhan. Kita mohon bantuan dari Tuhan yang mahapengasih dan penyayang agar kita diberi kekuatan untuk mampu menerima rahmat demi rahmat dari Tuhan. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
Bagikan
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.