Setelah Bankei meninggal dunia, seorang buta yang tinggal di dekat situ berkata kepada temannya, “Sejak aku buta, aku tidak bisa melihat wajah orang lain. Maka, aku membedakan karakter orang dari gaya bicaranya. Biasanya, kalau aku mendengar pujian orang terhadap orang lain atas suatu keberhasilan atau kebahagiaan, aku juga dapat merasakan perasaan iri hati dalam diri orang tersebut. Sebaliknya, kalau mendengar ucapan belasungkawa, aku pun mendengar suara kepuasan seakan-akan kesedihan itu membahagiakan orang yang mengucapkan ungkapan belasungkawa itu karena ada sesuatu yang hilang, tetapi dia sendiri mendapatkan sesuatu bagi dirinya sendiri.”
Kemudian, orang buta itu melanjutkan perkataannya, "Tetapi, menurut pengalamanku, Bankei selalu jujur. Kalau dia mengucapkan selamat atas kebahagiaan orang lain, tiada lain yang kudengar kecuali kebahagiaan. Kalau dia mengungkapkan belasungkawa, yang kudengar hanyalah kesedihan.”
Dalam hidup ini mata kita sering buta terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar kita. Kita sering kurang peduli. Kalau kita peduli itu biasanya karena ada sesuatu di balik itu. Kalau ada orang yang sukses dalam hidup ini sering kita mendengar suara-suara sumbang. “Akh, itu kan karena dia yang sukses itu korupsi. Atau itu kan dia dapat dari perbuatan yang tidak halal.” Jarang dengan hati yang tulus kita memuji kesuksesan seseorang. Jarang kita memberi apreciate terhadap kesuksesan seseorang.
Kisah orang buta yang dapat merasakan suasana batin melalui suara yang didengarnya. Tentu saja ia belajar untuk peka terhadap suasana di sekitarnya. Ia belajar untuk memahami suasana batin seseorang.
Tentu saja orang buta itu membuat kita malu. Mengapa kita kurang jujur dalam hidup ini? Mengapa terjadi gap antara apa yang kita ungkapan di bibir dengan apa yang ada dalam batin kita?
Melalui kisah ini kita mau diajak untuk secara jujur mengungkapkan isi hati kita. Hanya melalui kejujuran itu orang dapat menerima kehadiran kita dalam masyarakat. Hanya dengan kejujuran itu kita dapat meretas hari esok yang lebih baik.
Saudara, setiap agama mengajarkan kejujuran kepada setiap pemeluknya. Tentu saja para pendiri agama-agama itu memiliki maksud yang sangat dalam ketika mereka mengajarkan kejujuran kepada para pemeluknya. Mereka ingin agar damai dan kesejahteraan senantiasa menjadi bagian dari hidup kita. Mereka ingin agar kita menemukan hidup yang lebih baik dalam kejujuran.
Karena itu, mari kita berjuang untuk senantiasa konsisten antara apa yang kita katakan di bibir dengan apa yang ada dalam hati kita yang terdalam. Kalau kita hanya dapat berkata-kata di bibir, maka kita hanya akan menemukan kedamaian dan kebahagiaan semu dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
231
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.