Pages

28 September 2011

Harta Kekayaan Bukan Tujuan Hidup Kita



Dalam masyarakat tradisional sering muncul pikiran-pikiran tahayul ketika seseorang menderita sakit. Orang yang sakit dikatakan sebagai orang yang kerasukan roh jahat. Lalu muncul berbagai kisah tentang roh-roh jahat itu. Misalnya, dikisahkan tentang roh yang bergentayangan. Akibatnya, orang semakin takut. Orang merasa bahwa dirinya selalu dikuasai oleh roh jahat itu.

Pengobatan bagi orang yang dikatakan kerasukan roh jahat itu pun dilakukan secara tradisional. Si sakit dibawa ke dukun yang dikenal ampuh mengusir roh-roh jahat dari diri seseorang. Dengan jampi-jampinya, dukun itu mengobati si sakit. Kadang-kadang si sakit dibentur-benturkan. Hasilnya? Si sakit tetap sakit. Ia tidak sembuh. Bahkan mungkin semakin mengalami penderitaan akibat depresi yang mendalam.

Soalnya adalah pernahkah orang melihat atau bersentuhan dengan roh-roh itu? Tentu saja orang akan mengatakan bahwa roh-roh itu tidakk kelihatan. Namanya saja roh. Tentu saja tidak bisa dilihat apalagi disentuh. Orang yang percaya akan adanya roh-roh itu akan mempertahankan pandangan mereka dengan berbagai argumentasi.

Berhadapan dengan situasi seperti ini, orang beriman mesti buat apa? Tentu saja orang beriman mesti menyerahkan hidupnya kepada Tuhan. Meskipun Tuhan juga tidak bisa dilihat dan disentuh, namun kasih Tuhan senantiasa hidup. Kasih Tuhan itu dapat dirasakan dalam hidup sehari-hari. Mengapa? Karena hakekat Tuhan adalah mengasihi manusia. Kasih itu menemani perjalanan hidup manusia. Kasih itu menumbuhkan iman yang semakin mendalam kepada Tuhan.

Sahabat, kita hidup dalam dunia yang mengandalkan keduniawian. Banyak orang mencari, mengejar dan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Mereka bangun rumah yang besar-besar. Mereka membeli mobil dengan harga yang mahal. Mereka berpikir bahwa dengan begitu mereka akan mengalami kedamaian dalam hidup ini. Akibatnya, harta kekayaan itu yang mereka andalkan. Harta kekayaan itu menjadi roh-roh baru di zaman modern ini. Harta kekayaan itu terus-menerus menghantui diri mereka untuk terus-menerus mengejar dan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya.

Tentu saja situasi seperti ini akan mengganggu hidup manusia beriman. Terjadi konflik batin. Manusia mesti bertarung dengan dirinya, apakah mau mengandalkan harta kekayaannya atau mengandalkan Tuhan dalam hidupnya.

Sebagai orang beriman, kita mesti sadar bahwa harta kekayaan itu bukan segala-galanya. Harta kekayaan itu sarana untuk mencapai hidup yang bahagia. Harta kekayaan itu benda yang dapat binasa. Ketika orang tidak mengalami kebahagiaan dalam hidup karena harta kekayaan, orang mesti meninggalkannya. Orang mesti berpegang teguh pada imannya akan Tuhan.

Mari kita memperlakukan harta kekayaan bukan sebagai tujuan hidup kita. Kita andalkan Tuhan sebagai tujuann terakhir dari perjalanan hidup kita. Dengan demikian, hidup ini memberi kita kebahagiaan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

791

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.