Ada seorang pemuda yang dicari-cari oleh majikannya. Pasalnya, pemuda itu menggelapkan ratusan juta rupiah miliki majikannya. Semestinya uang tagihan dari penjualan rumah ia serahkan kepada majikannya. Namun pemuda itu menggunakan uang tersebut untuk usaha-usaha dan kepentingan pribadinya. Akibat dari perbuatan itu, sang majikan menderita kerugian ratusan juta rupiah.
Sebenarnya apa yang terjadi dengan pemuda itu? Selidik punya selidik, ternyata pemuda itu sering hidup dalam kemewahan. Ia sering traktir teman-temannya makan malam di rumah makan yang mewah. Ia juga gonta-ganti mobil-mobil mahal. Pakaiannya serba mahal. Ia menampilkan diri sebagai orang kaya. Padahal gajinya sebulan hanya cukup untuk kebutuhan satu bulan.
Pemuda itu tidak pernah merasa cukup dalam hidupnya. Karena itu, ia menghilang begitu ketahuan bahwa ia menggelapkan uang majikannya. Ia pindah ke kota lain. Ia mendapatkan pekerjaan baru berkat tipu muslihatnya. Namun di sana pun ia tetap melakukan kebiasaannya dengan hidup dalam kemewahan. Ia memanipulasi uang milik majikannya. Kali ini ia kena getahnya. Ia tertangkap tangan. Ia diadukan ke pihak berwajib. Ia mesti mendekam di penjara dalam suasana kemiskinan yang menyiksa.
Sahabat, ada ungkapan ‘sepandai-pandainya tupai meloncat, sekali-kali ia akan jatuh juga’. Bisa saja bahwa kejatuhan itu hanya sebentar, sehingga membuat orang tidak terpuruk. Bisa saja kejatuhan itu menjadi motivasi bagi seseorang untuk bangkit dan maju dalam hidupnya. Tetapi bisa saja kejatuhan itu membuat orang mengalami kehancuran dalam hidupnya.
Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa tipu muslihat tidak akan bertahan lama. Tipu muslihat akan segera terbongkar, entah kapan waktunya. Karena itu, orang dituntut untuk hidup dalam kejujuran dan kebenaran. Soalnya, mengapa orang berani melakukan tipu muslihat? Orang berani melakukan tipu muslihat, karena orang ingin hidup enak tanpa bekerja keras. Orang ingin berleha-leha saja tanpa mau mengotori tangannya dengan pekerjaan yang menantang.
Kisah tadi menunjukkan bahwa orang tidak pernah merasa cukup dengan apa yang telah dicapai akan melakukan suatu sikap yang tidak terpuji. Benjamin Franklin berkata, ”Rasa cukup membuat orang miskin menjadi kaya. Tetapi rasa tidak cukup membuat orang kaya menjadi miskin.”
Artinya, orang merasa cukup atas apa yang dimiliki senantiasa berusaha untuk mensyukurinya. Sedangkan orang yang tidak merasa cukup atas apa yang dimilikinya, sering merasa belum punya apa-apa. Akibatnya, orang seperti ini mempertaruhkan apa yang dimilikinya. Ia menggadaikannya. Sering kali orang seperti ini kehilangan apa yang telah dimilikinya itu.
Karena itu, kita diajak untuk berani mengatakan bahwa kita merasa cukup dengan apa yang kita miliki. Rasa cukup itu memacu kita untuk berani bersyukur atas apa yang kita miliki. Kita pun tidak boleh mengukur hidup kita dari segi materi saja. Kita juga memiliki nilai-nilai hidup yang begitu indah. Nilai-nilai itu mampu memberi kita kekuatan untuk menemukan sukacita dan damai dalam hidup ini. Untuk itu, kita mesti memiliki keseimbangan dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
771
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.