Ada seorang ibu yang enam tahun lalu melahirkan anaknya. Namun sang anak belum juga dapat merangkak. Ia belum juga dapat berdiri. Kaki dan tangannya tampak lemas, meski anak itu sangat bersemangat. Anak semata wayangnya itu suka tersenyum. Matanya menatap tajam. Bicaranya lancar. Satu kekurangan dalam dirinya, yaitu ia tidak bisa berdiri dan berjalan seperti anak-anak normal lainnya.
Meski kondisi anaknya seperti itu, sang ibu tidak pernah berhenti memberinya semangat. Dengan penuh kasih, sang ibu memberikan sentuhan-sentuhan. Sang ibu membisikkan kata-kata indah ke dalam telingannya. Ia memberi motivasi bagi sang buah hati untuk tetap maju dalam hidupnya.
Ia berkata, “Nak, minggu depan kamu akan bisa berjalan. Tidak usah kuatir. Setelah kamu bisa berjalan, kamu akan berlari sekuat-kuatnya. Mau kan?”
Sang buah hati itu menganggukkan kepalanya. Ia ingin sekali melakukannya. Lantas ia berkata kepada ibunya, “Tapi mama, kalau minggu depan saya belum bisa berjalan, apa mama akan menangis? Apa mama akan memarahi saya? Kalau saya belum bisa berlari, apa mama akan memukul pantat saya?”
Sang ibu tidak mau menjawab pertanyaan-pertanyaan buah hatinya. Ia menatap wajahnya dalam-dalam. Lantas ia tersenyum. Sang buah hati pun membalas senyumnya. Dua senyum itu bertaut. Suatu optimisme tampak pada wajah dua insan itu.
Sang ibu berkata dengan penuh kepercayaan, “Kalau kita percaya kepada Tuhan, tidak ada yang mustahil. Suatu saat kamu pasti bisa berjalan dan berlari.”
Sahabat, banyak orang mudah putus asa saat tidak punya jalan untuk keluar dari persoalan hidup. Mereka berhenti di tempat. Mereka cemas, bagaimana bisa keluar dari persoalan-persoalaa hidup. Tidak ada gerakan untuk keluar dari persoalan-persoalan hidup. Akibatnya, mereka gagal dalam kehidupan ini.
Orang yang putus asa itu orang yang kehilangan daya dorong dalam hidupnya. Daya dorong itu adalah cinta yang mendalam. Suatu cinta yang tulus dan murni mampu membangkitkan orang dari keterpurukan hidup. Ini yang tidak dimiliki oleh mereka yang putus asa. Cinta mereka terhadap diri dan sesama tidak mendalam. Cinta mereka begitu dangkal. Cinta mereka tidak sedalam samudera.
Karena itu, kita mesti terus-menerus belajar untuk mencintai diri kita sendiri dan sesama kita. Kisah ibu tadi menjadi suatu contoh yang indah bagi kita. Ia memberikan cintanya yang begitu tulus dan murni. Ia memiliki daya dorong yang begitu kuat bagi sang buah hati. Ia ingin agar sang buah hati tetap memiliki semangat untuk bangkit dan berjuang.
Sebagai orang beriman, daya dorong kita yang terbesar adalah kasih Tuhan kepada kita. Setiap hari Tuhan mengasihi kita dengan berbagai cara. Cinta Tuhan begitu tulus dan murni. Tuhan senantiasa memberi apa yang kita butuhkan. Tuhan ingin agar kita memiliki sukacita dan damai dalam hidup ini.
Untuk itu, kita mesti menyerahkan hidup kepada Tuhan. Dengan demikian, kita dapat menimba kuatnya cinta Tuhan bagi hidup kita. Kita dapat terus-menerus memiliki harapan. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
781
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.