Ada seorang anak yang melarikan diri dari rumahnya. Usai makan bersama kedua orangtuanya, ia menyelusup dalam kegelapan lalu menghilang. Orangtuanya panik begitu tahu sang anak meninggalkan rumah. Mereka mencari ke mana-mana. Namun mereka tidak dapat menemukannya.
Beberapa lama kemudian, mereka sadar bahwa sang anak meninggalkan rumah karena kesalahan mereka sendiri. Selama makan malam, mereka selalu mengomeli sang anak. Akibatnya, sang anak tidak merasa nyaman berada di rumah. Ia memutuskan untuk minggat.
Penyesalan selalu datang terlambat. Malam itu, sang anak tidak pulang. Ia bersembunyi di rumpun pisang yang berada di belakang rumah. Tubuhnya bentol-bentol, karena digigit nyamuk semalaman. Keesokan harinya, ia muncul di meja makan. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Ia membisu. Ia makan dan minum. Setelah itu, ia menyiapkan buku-bukunya. Ia berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki. Ia tidak mau diantar oleh kedua orangtuanya.
Hari itu menjadi hari yang sangat mencekam bagi anak itu. Tubuhnya hidup. Tetapi jiwanya lesu. Ia butuh semangat yang lebih besar untuk memotivasi dirinya. Namun anak itu bisa menerima keadaannya. Di kelas, ia dapat berinteraksi dengan teman-temannya. Ia dapat berbicara dengan mereka. Ia bisa ngobrol dengan mereka. Tetapi ia kembali membisu begitu ia tiba kembali di rumah. Bahkan ia tidak mau memandang wajah ayah dan ibunya.
Sahabat, luka batin yang diderita seseorang dapat menumbuhkan kebencian yang mendalam. Orang tampak tidak punya masalah. Namun di dalam hatinya tumbuh api yang membara. Orang marah terhadap mereka yang menyakitinya. Perlawanan dalam diam bisa menjadi lebih berbahaya daripada perlawanan secara frontal.
Kisah tadi mengingatkan kita untuk tetap hati-hati dalam hidup ini. Orang tidak boleh gegabah dalam hidup ini. Orang mesti berpikir panjang untuk melakukan tindakan yang kurang menyenangkan terhadap orang lain. Apalagi tindakan kurang menyenangkan itu dilakukan terhadap buah hati sendiri. Luka itu akan mengendap. Sulit sekali diobati. Karena orang yang mengalami itu mulai menginternalisasi luka batin itu ke dalam dirinya. Akibatnya akal fatal bagi kehidupan bersama.
Karena itu, langkah yang mesti diambil adalah orang mesti segera mengobati luka batin itu. Orang tidak boleh membiarkan luka itu tetap menganga dan melebar. Mengobati berarti orang yang melakukan kesalahan itu mesti berani meminta maaf atas perbuatannya. Orang mesti menyadari bahwa perbuatannya telah melukai sesamanya. Kalau ini yang terjadi, hidup akan menjadi lebih bermakna. Luka yang dalam dan pedih tidak perlu ada. Kehidupan ini menjadi suatu kesempatan untuk menikmati kebaikan dan sukacita.
Mari kita berusaha untuk mengobati setiap luka batin yang kita miliki. Dengan demikian, hidup ini menjadi sumber sukacita bagi semua orang. Orang hidup untuk membahagiakan sesamanya. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
768
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.