Selama di Palembang, sudah dua kali mobil saya ditabrak oleh pengendara motor dari belakang. Dua-duanya terjadi di jalan raya yang ramai. Kali yang pertama terjadi di atas Jembatan Ampera. Dalam kemacetan sore hari, tiba-tiba sebuah motor menabrak mobil saya. Praaakkkkk.
Yang kena adalah ban serep yang tergantung di belakang mobil saya. Tidak terjadi sesuatu yang merugikan. Suara memekik terdengar dari pengendara motor yang seorang perempuan. Tidak ada urusan apa-apa. Saya melanjutkan perjalanan ke arah Plaju. Saya tidak tahu apa yang terjadi dengan perempuan itu dan motornya. Kan dia yang menabrak mobil saya. Jadi apa yang terjadi atas dirinya, biaralah dia tanggung sendiri.
Peristiwa kedua terjadi di Jalan Kolonel Atmo. Kali ini tiga orang mengendarai satu motor. Yang di tengah tidak pakai helem. Mobil saya yang sedang berhenti karena lampu merah langsung saja ditabraknya. Lagi-lagi kali ini pun mengenai ban serep yang tergantung di belakang mobil. Prakkkk...
Tidak terjadi kerusakan pada mobil saya. Motor itu kemudian menghilang pergi setelah menyenggol dua motor lain yang sedang berhenti. Terdengar suara seorang perempuan yang memekik. Ia hampir terjatuh, karena tersenggol. Seorang lelaki yang juga disenggol oleh pengendara motor itu kemudian mengejar ketiga lelaki itu. Tidak tahu apa yang terjadi setelah itu. Yang pasti adalah saya juga segera pergi setelah lampu hijau menyala.
Sahabat, tanggung jawab terhadap suatu perbuatan ternyata masih sangat tipis dalam diri banyak orang. Orang mencari pembenaran diri, meskipun dirinya bersalah atas perbuatan itu. Orang mudah menghindari suatu kesalahan yang telah diperbuatnya. Orang mudah mencari kambing hitam. “Bukan saya, tetapi orang lain yang melakukannya.” Begitu kata banyak orang untuk melarikan diri dari tanggung jawab.
Tentu saja sikap seperti ini bukanlah sikap orang-orang yang berpribadi dewasa. Ini sikap kekanak-kanakan dari orang yang hanya mau mencari enaknya sendiri. Orang yang tidak mau menanggung resiko atas perbuatan yang dilakukannya. Kita prihatin terhadap sikap hidup seperti ini.
Karena itu, dibutuhkan pembangunan karakter yang terus-menerus bagi anak-anak bangsa ini. Karakter yang baik yang dimiliki oleh anak-anak bangsa ini akan membantu pembangunan hidup berbangsa dan bernegara. Yang sering diprihatinkan adalah pembangunan di segala bidang digembar-gemborkan. Tetapi pembangunan karakter diri sering dilupakan. Akibatnya, kita memiliki manusia yang memiliki kepribadian yang tidak matang. Orang tidak berani bertanggung jawab, ketika menghadapi suatu persoalan dalam hidupnya.
Mari kita berusaha membangun karakter hidup kita menjadi lebih baik. Dengan karakter yang baik itu, kita dapat menemukan hidup yang lebih baik. Hidup ini menjadi suatu kesempatan untuk membahagiakan diri dan sesama. Damai dapat kita ciptakan bersama ketika kita memiliki karakter yang baik. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
776
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.