Ada seorang kaya yang sangat kikir. Ia punya banyak pembantu. Namun ia memberi mereka gaji di bawah upah minimum. Baginya, yang penting para pembantunya itu melaksanakan tugas-tugas dengan penuh tanggung jawab. Ia membayar tenaga mereka dan mereka tidak protes. Orang kaya ini juga tidak takut kepada Tuhan. Baginya, Tuhan itu hanyalah ilusi orang-orang. Tuhan itu tidak ada. Ia tidak hanya mengungkapkannya melalui pikirannya saja. Tetapi dalam kehidupan sehari-hari ia tidak peduli terhadap orang lain. Kalau ada orang miskin yang datang kepadanya, ia segera mengusirnya pergi. Ia tidak ingin melihat wajah mereka. Ia tidak mau mereka mengganggu dirinya.
Suatu hari orang kaya yang kikir ini jatuh sakit. Sakitnya itu sangat parah. Ia mesti dibawa ke rumah sakit oleh istrinya. Para pembantunya yang tinggal di rumah merasa damai. Mereka tidak perlu dipelototi atau diperintah-perintah oleh orang kaya yang kikir itu. Mereka pun tidak mau mengunjungi bos mereka itu.
Dalam situasi sakit yang mencekam itu, orang kaya yang kikir itu meminta bantuan Tuhan. “Tuhan, kalau Engkau ada, tunjukkanlah kebaikan-Mu kepadaku. Sembuhkanlah penyakit saya ini,” ia berdoa, Istrinya yang menemaninya kaget mendengar doa suaminya. “Pak, bukankah bapak tidak percaya bahwa Tuhan itu ada? Mengapa bapak berdoa minta bantuan Tuhan?” ia bertanya.
“Bukankah semua orang melakukan hal yang sama ketika mereka sakit? Jadi saya juga berdoa, siapa tahu Tuhan itu ada. Siapa tahu Tuhan membantu saya,” suaminya menjawab. Sahabat, dalam hidup ini ada banyak orang yang kurang percaya akan hadirnya Tuhan. Mereka mengandalkan sesuatu yang lain di luar diri mereka. Mereka tidak yakin bahwa Tuhan hadir dalam keseharian hidup mereka. Karena itu, mereka berani melakukan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Misalnya, membunuh sesamanya, mencuri, merampok atau melakukan tindakan korupsi.
Karena itu, apa yang harus dilakukan oleh orang beriman dalam hidup ini? Orang beriman mesti tetap membangun keyakinannya kepada Tuhan. Orang beriman mesti tetap setia kepada Tuhan. Kesetiaan itu ditunjukkan dengan menghargai hidup dan hak-hak hidup orang lain. Hanya dengan cara itu, orang mengakui diri beriman dalam praksis hidup sehari-hari.
Mari kita tetap memberikan hidup kita kepada Tuhan dengan berlaku adil terhadap sesama kita. Kita mau melaksanakan ajaran cinta kasih yang menjadi dasar dan sumber hidup manusia. Dengan demikian, hidup ini menjadi lebih bermakna bagi diri kita dan sesama kita. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
785
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.