Suatu malam, seorang suci bermimpi dibawa ke surga. Pada saat dia berjalan melalui jalan-jalan yang terbuat dari emas, dia melihat sekumpulan benda yang dikiranya adalah siput. Dia bertanya, “Apa yang sedang dilakukan siput-siput di sini?”
Tiba-tiba terdengar jawaban, “Mereka itu bukan siput. Mereka itu telinga dari orang-orang yang mendengarkan kebenaran, tetapi tidak pernah mengindahkannya. Telinga mereka ada di sini, tetapi tubuh mereka berada di neraka.”
Tidak berapa lama kemudian, orang suci itu melihat setumpukan benda lain yang dikiranya ular kecil. Dengan nada yang semakin heran, dia bertanya, “Mengapa ular-ular ini berada di surga?”
Lantas ia mendengar lagi jawaban, “Mereka itu bukan ular. Mereka itu lidah orang-orang yang menyampaikan kebenaran kepada orang lain, tetapi hidup mereka jauh dari kebenaran yang mereka serukan. Lidah mereka ada di sini, tetapi tubuh mereka berada dalam siksaan di neraka.”
Kisah ini mengungkapakan ketimpangan antara iman dan perbuatan. Ada orang yang merasa bahwa beriman saja itu sudah cukup. Orang tidak usaha lagi menghayatinya dalam hidup sehari-hari. Iman seperti ini adalah iman yang mati. Iman yang tidak menghasilkan sesuatu yang berguna bagi diri sendiri. Akibatnya, orang tidak memiliki keselamatan kekal.
Ada dua hal dalam hidup manusia berkenaan dengan iman, yaitu pengungkapan iman dan penghayatan iman. Pengungkapan iman itu berkenaan dengan ibadat yang dilakukan di rumah-rumah ibadat. Pengungkapan iman itu berkenaan dengan doa-doa dan puji-pujian yang dilambungkan kepada Tuhan. Ibadat, doa dan puji-pujian yang dilambungkan kepada Tuhan itu mesti berasal dari hati yang terdalam.
Penghayatan iman itu berkenaan dengan perbuatan nyata dalam hidup sehari-hari. Iman yang mendalam itu akan tampak dari perbuatan seseorang. Iman yang yang hidup itu tampak nyata dari cara hidup seseorang. Biasanya orang yang sungguh-sungguh beriman akan tampak dalam perbuatan baik seseorang. Misalnya, orang tidak mudah marah. Orang sabar dalam hidup ini. Orang mudah memaafkan kesalahan sesamanya. Ia tidak mencari-cari kesalahan orang lain. Tetapi ia selalu menyediakan beribu-ribu pengampunan bagi sesama yang melakukan dosa dan kesalahan. Orang yang selalu memiliki cinta yang sejati kepada sesamanya dalam hidup yang konkret seperti mau membantu sesamanya yang berkekurangan.
Nah, kalau terjadi keharmonisan antara pengungkapan iman dan penghayatan iman, orang akan mengalami sukacita dan kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan itu akan ia rasakan sungguh menjadi nyata dalam hidupnya.
Sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa menjaga keselarasan antara dua hal ini. Dengan demikian, kebahagiaan dan damai senantiasa menjadi bagian dari hidup kita. Kebahagiaan itu bukan hanya suatu impian. Tetapi kebahagiaan itu menjadi nyata dalam hidup yang konkret. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com
303
Bagikan
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.