Seorang anak dididik dengan semangat yang keras oleh ayahnya. Ketika sekolah, kalau mendapat nilai di bawah tujuh, telinga anak itu dijewer oleh ayahnya. Bila ia rebut dengan adiknya, ayahnya memukul mereka dengan rotan di kaki mereka. Setelah besar pun ia dilarang pulang ke rumah lewat dari jam sembilan malam. Begitu jam sembilan, pintu pagar dikunci.
Anak itu sadar bahwa cara pendidikan yang dilakukan ayahnya itu demi kebaikan dia dan adik-adiknya. Ayahnya mencintai mereka. Ia tidak ingin mereka terjerumus ke dalam hal-hal yang menyesatkan. Ia ingin agar masa depan mereka menjadi lebih baik.
Kata anak itu suatu hari, “Saya mengerti bahwa ayah saya sangat mencintai saya. Ia mendidik kami dengan cara seperti itu untuk kebaikan kami. Namun saya juga tidak bisa memungkiri bahwa saya mencintai ayah dengan rasa takut.”
Anak itu takut dimarahi kalau melakukan kesalahan. Karena itu, dalam hidup sehari-hari ia tampak terpaksa melakukan tugas-tugas. Ia tidak sekreatif teman-temannya yang lain. Ia lebih banyak menunggu diperintah untuk melakukan sesuatu. Apakah cinta seperti yang diperlihatkan oleh ayah itu sehat?
Begitu banyak orangtua yang ingin anak-anaknya sukses dalam hidup. Mereka tidak ingin anak-anak mereka terjerembab ke dalam persoalan-persoalan hidup seperti narkoba, tawuran massal atau persoalan-persoalan lain. Karena itu, ada orangtua yang begitu ketat mengawasi gerak-gerik anak-anak mereka. Hal seperti ini bisa menjadi bumerang. Di depan orangtua, mereka bisa sangat sopan seperti malaikat. Tetapi di belakang orangtua, mereka bisa menjadi begitu beringas. Mereka bisa bertingkah laku sembrono. Mereka bisa menjadi orang yang sangat jahat.
Karena itu, orangtua yang bijaksana mesti memberi saat-saat bebas bagi anak-anak mereka. Kebebasan itu akan menciptakan suatu kreativitas dalam diri anak-anak. Mereka dapat tumbuh dan berkembang menjadi orang-orang yang baik dalam hidup ini. Mereka menjadi anak-anak yang menghormati dan mencintai orangtua mereka secara tulus. Tanpa suatu paksaan apa pun.
Sebagai orang yang beriman kepada Tuhan, tentu para orangtua ingin membekali anak-anak dengan nilai-nilai rohani. Misalnya, anak-anak memiliki sikap yang jujur, tulus, rela berkorban bagi sesama. Hal-hal seperti ini mesti diajarkan kepada mereka. Namun lebih-lebih para orangtua memberi contoh kepada anak-anak dengan terlebih dahulu jujur, tulus dan rela berkorban bagi sesama.
Setiap hari kita mengalami betapa hidup ini begitu indah. Tentu saja indahnya hidup ini tidak tercipta hanya dari yang baik-baik saja. Hidup ini juga tercipta dari kesulitan-kesulitan hidup. Karena itu, mari kita syukuri aneka pengalaman hidup ini. Kita mengsyukurinya karena aneka pengalaman itu mampu membentuk hidup kita seperti sekarang ini. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com
317
Bagikan
Anak itu sadar bahwa cara pendidikan yang dilakukan ayahnya itu demi kebaikan dia dan adik-adiknya. Ayahnya mencintai mereka. Ia tidak ingin mereka terjerumus ke dalam hal-hal yang menyesatkan. Ia ingin agar masa depan mereka menjadi lebih baik.
Kata anak itu suatu hari, “Saya mengerti bahwa ayah saya sangat mencintai saya. Ia mendidik kami dengan cara seperti itu untuk kebaikan kami. Namun saya juga tidak bisa memungkiri bahwa saya mencintai ayah dengan rasa takut.”
Anak itu takut dimarahi kalau melakukan kesalahan. Karena itu, dalam hidup sehari-hari ia tampak terpaksa melakukan tugas-tugas. Ia tidak sekreatif teman-temannya yang lain. Ia lebih banyak menunggu diperintah untuk melakukan sesuatu. Apakah cinta seperti yang diperlihatkan oleh ayah itu sehat?
Begitu banyak orangtua yang ingin anak-anaknya sukses dalam hidup. Mereka tidak ingin anak-anak mereka terjerembab ke dalam persoalan-persoalan hidup seperti narkoba, tawuran massal atau persoalan-persoalan lain. Karena itu, ada orangtua yang begitu ketat mengawasi gerak-gerik anak-anak mereka. Hal seperti ini bisa menjadi bumerang. Di depan orangtua, mereka bisa sangat sopan seperti malaikat. Tetapi di belakang orangtua, mereka bisa menjadi begitu beringas. Mereka bisa bertingkah laku sembrono. Mereka bisa menjadi orang yang sangat jahat.
Karena itu, orangtua yang bijaksana mesti memberi saat-saat bebas bagi anak-anak mereka. Kebebasan itu akan menciptakan suatu kreativitas dalam diri anak-anak. Mereka dapat tumbuh dan berkembang menjadi orang-orang yang baik dalam hidup ini. Mereka menjadi anak-anak yang menghormati dan mencintai orangtua mereka secara tulus. Tanpa suatu paksaan apa pun.
Sebagai orang yang beriman kepada Tuhan, tentu para orangtua ingin membekali anak-anak dengan nilai-nilai rohani. Misalnya, anak-anak memiliki sikap yang jujur, tulus, rela berkorban bagi sesama. Hal-hal seperti ini mesti diajarkan kepada mereka. Namun lebih-lebih para orangtua memberi contoh kepada anak-anak dengan terlebih dahulu jujur, tulus dan rela berkorban bagi sesama.
Setiap hari kita mengalami betapa hidup ini begitu indah. Tentu saja indahnya hidup ini tidak tercipta hanya dari yang baik-baik saja. Hidup ini juga tercipta dari kesulitan-kesulitan hidup. Karena itu, mari kita syukuri aneka pengalaman hidup ini. Kita mengsyukurinya karena aneka pengalaman itu mampu membentuk hidup kita seperti sekarang ini. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com
317
Bagikan
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.