Ketika terjadi wabah SARS di Hongkong beberapa tahun lalu, seorang dokter merawat begitu banyak pasien. Ia tidak kenal lelah merawat mereka. Ia sangat setia mendatangi para pasien yang dirawat di ruangan khusus itu. Ada pasien yang sembuh lalu pulang ke rumahnya. Ada pasien yang tidak bisa tertolong.
Suatu hari virus SARS pun hinggap ke diri dokter itu. Ia mengalami suatu penderitaan yang luar biasa. Akhirnya, ia sendiri meninggal dunia. Sebenarnya dokter itu bisa saja menghindari tugas itu. Tetapi ia justru merawat para pasien SARS itu dengan sukacita. Penderitaan yang dia alami merupakan konskuensi dari pekerjaannya. Itulah pengorbanan dirinya. Karena itu, ia mengalami sukacita di saat-saat ia terserang virus yang sama.
Melihat kerelaan, kesetiaan dan sukacita dokter itu dalam merawat para pasien, para kerabat dan teman-temannya tidak meratapi kepergiannya. Justru mereka mengadakan ucapara pemakaman dengan sukacita. Mereka menyanyikan lagu-lagu gembira saat penguburannya. Suasana seperti ini membuat para peliput acara pemakaman itu terheran-heran. Mengapa mereka tidak sedih, karena kehilangan dokter yang setia dan baik hati itu?
Jawabannya adalah suatu perbuatan baik itu mesti disyukuri. Dokter itu telah melakukan perbuatan yang sangat baik dengan merawat para pasien. Ia mengorbankan hidupnya demi hidup sesama. Dari pengorbanannya itu banyak pasien diselamatkan.
Suatu perbuatan baik itu menjadi suatu kesaksian hidup bagi orang lain. Namun perbuatan baik itu selalu dibarengi dengan semangat berkorban. Tentu semangat ini bersumber dari semangat cinta kasih yang besar terhadap hidup orang lain. Biasanya perbuatan baik yang dilandasi oleh kasih yang besar membuat orang bahagia dalam hidupnya. Meski penderitaan datang menghadang, orang seperti ini akan mengalami suatu sukacita dalam hidupnya. Penderitaan yang ia alami itu ditutup oleh pengorbanan dan cinta kasih yang dilakukannya bagi orang lain.
Namun hal yang perlu diperhatikan adalah perbuatan baik yang penuh pengorbanan itu bukan sekedar suatu kempensasi. Kalau hal ini terjadi, orang yang berbuat baik itu akan selalu mengeluh atas pengorbanan demi pengorbanan yang dilakukannya. Karena itu, orang mesti memiliki hati yang tulus murni dalam melakukan perbuatan baik bagi sesama di sekitarnya. Ia tidak boleh melakukannya karena terpaksa.
Sebagai orang beriman, kita ingin agar perbuatan baik yang kita lakukan itu didasarkan pada semangat cinta kasih yang besar kepada sesama kita. Pengorbanan yang kita lakukan bagi sesama itu mesti tumbuh dari hati yang tulus murni. Kalau ini yang terjadi, maka kita akan menemukan kebahagiaan dalam melakukan perbuatan-perbuatan baik.
Setiap hari ini kita menerima begitu banyak hal baik dari Tuhan dan sesama. Mari kita bawa semua itu dalam hidup kita. Kita serahkan semua itu kepada Tuhan. Biarlah Tuhan yang akan memberi kita damai pada malam ini. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com
292
Bagikan
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.