Aksi yang dilakukan pria paruh baya ini benar-benar sudah di luar batas akal sehat. Betapa tidak, ia melakukan bunuh diri sesaat setelah menembak ibu mertuanya dan dua orang lainnya dengan senapan di sebuah bar di barat Jepang, Selasa, tanggal 12 Januari 2010 lalu.
Penembakan terjadi sekitar pukul 8:00 waktu setempat di Hibikino City, di luar Osaka. Seorang pejabat kota mengatakan, “Tersangka menembakkan senapan di dalam bar dan kemudian menembak dirinya sendiri di sebuah jalan di lua.”
Penembak itu kemudian diidentifikasi sebagai pegawai pemerintah kota Osaka, bernama Yasuhisa Sugiura.
Kantor Berita Kyodo melaporkan, ketiga korban tewas adalah ibu mertuanya bernama Yoshiko Tanaka dan karyawan bar bernama Tatsuya Fukui. Pemilik bar bernama Hiroto Uehara (49), dalam kondisi kritis karena terluka dalam serangan itu. Namun tidak berapa lama, ia kemudian meninggal.
Saat itu Sugiura dan ibu mertuanya berada di bar untuk berbicara tentang perceraiannya. Dia tampak gembira dan mendadak meninggalkan diskusi. Ia lalu kembali dengan membawa senapan. Kejahatan dengan senjata jarang terjadi di Jepang, karena mereka yang terbukti membawa senjata api ilegal akan diganjar hukuman 10 tahun penjara.
Sahabat, kesadisan sering kali terjadi dalam hidup manusia. Tidak hanya di Jepang seperti dalam kisah di atas. Persoalannya adalah mengapa terjadi kesadisan dalam hidup manusia? Hal ini terjadi karena manusia merasa diri yang paling hebat. Manusia tidak mau menerima kelemahan dirinya. Manusia berusaha menutup kelemahan-kelemahan dirinya dengan melakukan kesadisan demi kesadisan.
Dalam situasi kekerasan dan kesadisan yang terjadi adalah manusia dikuasai oleh egoismenya. Manusia hanya menuruti kehendak dirinya sendiri. Tidak memperhitungkan akibat dari yang dilakukan sesuai kehendak pribadi itu. Kisah tadi mau mengingatkan kita, agar kita mampu mengatasi setiap bentuk egoisme kita. Semestinya manusia mampu mengendalikan emosinya. Semestinya manusia memperhitungkan secara matang apa yang hendak dilakukannya. Tidak asal melakukannya secara membabi buta.
Sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa mendahulukan kepentingan umum yang lebih luas. Kepentingan pribadi mesti ditempatkan pada nomor ke sekian. Egosime mesti dibuang jauh-jauh, agar dunia ini menjadi suatu dunia yang lebih baik bagi semua orang.
Orang beriman mesti selalu memperhitungkan akibat-akibat dari apa yang dilakukannya. Orang beriman tidak bisa bertindak sewenang-wenang atas kehendak dirinya sendiri. Tidak membabi buta dalam melakukan sesuatu.
Mari kita berusaha menghidupi semangat peduli terhadap sesama di sekitar kita. Dengan demikian, kita dapat menemukan sukacita dan kedamaian dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
Tabloid KOMUNIO dan Majalah FIAT
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.