Pages

13 Agustus 2009

Memilih Cara-cara yang Halal





Pada suatu hari seekor rubah menyusuri hutan untuk mencari sebuah sumur tua. Setelah menemukan, rubah berhenti untuk mengagumi bayangan dirinya di dalam air sumur yang jernih itu. Begitu asyiknya mengagumi diri hingga dia terjatuh ke dalam sumur dan tak dapat keluar.

Beberapa lama kemudian datanglah seekor kambing. Kambing menengok ke dalam sumur melibat rubah di dalamnya. Tanya kambing ingin tahu, “Apa yang kau lakukan di situ?”

Jawab rubah singkat, “Menikmati air yang manis dan enak yang tidak pernah kuminum.”

Kambing itu berseru, “Oh sangat menyenangkan! Sungguh nikmat bila aku juga merasakannya.”

Rubah bertanya, “Mengapa engkau tidak ikut denganku?”

Tanpa berpikir panjang, kambing itu melompat ke dalam sumur. Dan secepat kilat rubah melompat ke atas punggung kambing dan keluar dari sumur. Begitu lambat kambing itu menyadari bahwa rubah menipunya. Dia sekarang terperangkap di dalam sumur tua itu.

Di sekeliling kita ada begitu banyak tawaran yang menggiurkan untuk kebutuhan hidup kita. Pertanyaannya, apakah kita mesti mengambil semua tawaran itu bagi hidup kita? Atau kita mesti memiliki sikap yang selektif dan kritis? Rasanya tidak semua tawaran mesti kita ambil. Ada tawaran-tawaran yang sangat berguna bagi hidup kita. Namun ada tawaran-tawaran yang bisa menjerumuskan hidup kita.

Kisah rubah dan kambing dalam sumur di atas menjadi salah satu contoh betapa hidup ini tidak bisa dijalani begitu saja. Hidup ini mesti dijalani dengan penuh pertimbangan dan perhitungan. Kalau orang membangun rumah yang baru, ia mesti duduk membuat perhitungan-perhitungan. Dengan demikian anggaran untuk rumah yang baru itu cukup.

Bagaimana kalau anggaran itu tidak cukup? Ada berbagai cara untuk memenuhi anggaran itu. Ada cara yang halal dengan meminjam di bank atau pinjam sama lembaga. Tetapi ada juga cara yang tidak halal, misalnya dengan korupsi. Orang beriman tentu memilih cara-cara yang halal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bukan dengan cara yang tidak halal.

Cara yang tidak halal itu menyengsarakan diri sendiri di kemudian hari. Misalnya, di saat-saat ini kita menyaksikan ada begitu banyak pejabat atau mantan pejabat yang mesti duduk di kursi pesakitan. Mereka mesti mempertanggungjawabkan perbuatan-perbuatan tidak halal mereka di hadapan hakim dan jaksa.

Tetapi cara yang tidak halal itu juga menyengsarakan banyak orang. Semestinya dana yang dianggarkan itu untuk kepentingan banyak orang, tetapi digunakan hanya oleh satu orang. Akibatnya, banyak rakyat menderita. Kelaparan, busung lapar yang terjadi di negeri ini lebih banyak disebabkan oleh hal seperti ini.

Karena itu, orang beriman mesti berani memilih cara-cara yang halal dalam membangun hidupnya. Cara-cara yang halal akan membantu diri dan sesama mengalami kebahagiaan dalam hidup ini. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB. 129

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.