Seorang petani merasa terganggu oleh tetangganya yang adalah seorang pemburu. Pemburu itu memiliki anjing galak yang sering melompati pagar untuk memangsa domba-domba petani tersebut.
Petani itu sudah sering meminta tetangganya untuk mengendalikan anjing-anjingnya. Tetapi tidak ada juga tindakan yang nyata dari pihak pemburu. Setiap kali anjing-anjing itu melompati pagar yang memisahkan rumah si petani dan si pemburu, beberapa ekor domba pasti terluka parah.
Karena kesabaran si petani sudah sampai di ambang batas, ia pergi ke kota untuk menemui seorang hakim dan menceritakan perkaranya dengan si pemburu. Setelah mendengarkan keluh kesah petani itu, hakim itu berkata, “Pak, saya bisa saja menghukum pemburu itu dan memerintahkan agar anjingnya dirantai atau dikurung. Kalau saya melakukan itu, Anda akan kehilangan seorang teman dan menambah seorang musuh. Mana yang ingin Anda miliki, teman atau musuh?”
Karena si petani lebih memilih untuk menambah satu orang teman lagi dalam hidupnya, maka si hakim menawarkan sebuah solusi. Ia berkata, “Baiklah, saya akan memberikan sebuah jalan keluar yang baik bagi Anda. Sehingga domba-domba Anda aman dan tetangga itu dapat menjadi sahabat yang sejati.”
Setelah mendengar penjelasan, petani itu pun pulang. Sesampai di rumah, petani itu menjalankan saran dari hakim tersebut. Dia mengambil tiga ekor domba dan memberikannya kepada ketiga orang putra tetangganya yang masih kecil. Ketiga bocah itu sangat senang dan selalu bermain dengan domba-domba pemberian sang petani.
Melihat kegembiraan putra-putranya, si pemburu pun membangun sebuah kandang yang tinggi bagi anjing-anjingnya, sehingga domba-domba milik putranya aman. Sejak saat itu anjing-anjing si pemburu tidak lagi pernah mengganggu domba si petani. Efek lain dari sikap baik petani itu adalah jembatan persahabatan yang lebih dulu dibangun petani itu membuat pemburu itu suka berbagi hasil buruan kepadanya.
Sahabat, membangun persahabatan yang baik itu selalu saja ada korban. Orang mesti berani mengorbankan egoismenya demi persahabatan yang baik itu. Korban seperti itu biasanya akan dirasakan sebagai sesuatu yang membahagiakan. Dalam membangun persahabatan yang baik itu orang saling memberi diri. Orang memberikan apa yang dimilikinya tanpa harus meminta kembali pemberiannya. Pemberian yang tulus itu menghasilkan sesuatu yang berguna bagi hidupnya.
Sebagai orang beriman, kita mesti membangun persahabatan dengan saling memberi diri. Dalam pemberian diri itu, ada korban yang mesti kita berikan kepada orang lain. Namun korban yang ditanggung dengan penuh cinta kasih akan mendatangkan kebahagiaan dalam hidup ini. Korban itu menjadi sesuatu yang berdaya guna dalam membangun persahabatan yang langgeng.
Mari kita terus-menerus membangun persahabatan yang baik. Jangan takut untuk mengorbankan sesuatu yang kita punya. Ketika kita berani berkorban dengan ketulusan cinta kita, kita akan mendapatkan persahabatan yang baik. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
653
Petani itu sudah sering meminta tetangganya untuk mengendalikan anjing-anjingnya. Tetapi tidak ada juga tindakan yang nyata dari pihak pemburu. Setiap kali anjing-anjing itu melompati pagar yang memisahkan rumah si petani dan si pemburu, beberapa ekor domba pasti terluka parah.
Karena kesabaran si petani sudah sampai di ambang batas, ia pergi ke kota untuk menemui seorang hakim dan menceritakan perkaranya dengan si pemburu. Setelah mendengarkan keluh kesah petani itu, hakim itu berkata, “Pak, saya bisa saja menghukum pemburu itu dan memerintahkan agar anjingnya dirantai atau dikurung. Kalau saya melakukan itu, Anda akan kehilangan seorang teman dan menambah seorang musuh. Mana yang ingin Anda miliki, teman atau musuh?”
Karena si petani lebih memilih untuk menambah satu orang teman lagi dalam hidupnya, maka si hakim menawarkan sebuah solusi. Ia berkata, “Baiklah, saya akan memberikan sebuah jalan keluar yang baik bagi Anda. Sehingga domba-domba Anda aman dan tetangga itu dapat menjadi sahabat yang sejati.”
Setelah mendengar penjelasan, petani itu pun pulang. Sesampai di rumah, petani itu menjalankan saran dari hakim tersebut. Dia mengambil tiga ekor domba dan memberikannya kepada ketiga orang putra tetangganya yang masih kecil. Ketiga bocah itu sangat senang dan selalu bermain dengan domba-domba pemberian sang petani.
Melihat kegembiraan putra-putranya, si pemburu pun membangun sebuah kandang yang tinggi bagi anjing-anjingnya, sehingga domba-domba milik putranya aman. Sejak saat itu anjing-anjing si pemburu tidak lagi pernah mengganggu domba si petani. Efek lain dari sikap baik petani itu adalah jembatan persahabatan yang lebih dulu dibangun petani itu membuat pemburu itu suka berbagi hasil buruan kepadanya.
Sahabat, membangun persahabatan yang baik itu selalu saja ada korban. Orang mesti berani mengorbankan egoismenya demi persahabatan yang baik itu. Korban seperti itu biasanya akan dirasakan sebagai sesuatu yang membahagiakan. Dalam membangun persahabatan yang baik itu orang saling memberi diri. Orang memberikan apa yang dimilikinya tanpa harus meminta kembali pemberiannya. Pemberian yang tulus itu menghasilkan sesuatu yang berguna bagi hidupnya.
Sebagai orang beriman, kita mesti membangun persahabatan dengan saling memberi diri. Dalam pemberian diri itu, ada korban yang mesti kita berikan kepada orang lain. Namun korban yang ditanggung dengan penuh cinta kasih akan mendatangkan kebahagiaan dalam hidup ini. Korban itu menjadi sesuatu yang berdaya guna dalam membangun persahabatan yang langgeng.
Mari kita terus-menerus membangun persahabatan yang baik. Jangan takut untuk mengorbankan sesuatu yang kita punya. Ketika kita berani berkorban dengan ketulusan cinta kita, kita akan mendapatkan persahabatan yang baik. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
653
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.