Suatu hari seorang anak menangis tersedu-sedu di hadapan ibunya. Pasalnya, setelah menerima rapor kenaikan kelas, nilainya pas-pasan. Padahal ia sudah berjuang mati-matian. Selama sebulan penuh ia menyiapkan diri untuk menghadapi ulangan kenaikan kelas. Ia sudah mengorbankan begitu banyak waktu hanya untuk ulangan itu. Namun nilai-nilai yang diperolehnya tidak memuaskan dirinya. Sedangkan seorang temannya yang dianggap malas belajar ternyata naik kelas dengan nilai-nilai yang lebih baik. Ia marah terhadap dirinya sendiri. Ia tidak menerima keadaan dirinya.
Sang ibu memandang anaknya dengan seutas senyum pengharapan. Ia tidak ingin anaknya terpuruk dalam keputusasaan. Ia ingin agar anaknya bangkit. Ia berkata, ”Nak, janganlah kamu kecewa. Masih ada hal-hal indah yang bisa kita gunakan untuk melanjutkan perjalanan hidup ini. Yang penting kamu lulus. Tidak usah terlalu kecewa. Tahun ajaran yang baru, kamu harus lebih baik lagi.”
Anak itu menjadi sadar bahwa hidup ini mesti terus berjalan. Hidup ini belum berakhir. Besok masih ada kesempatan untuk memperbaiki hidup. Karena itu, ia berjanji kepada ibunya untuk terus berjuang. Ia ingin sukses dalam hidupnya. Ia ingin membahagiakan dirinya dan orang-orang yang ada di sekitarnya.
Karena itu, sejak awal tahun pelajaran ia sudah menyusun kiat-kiat lengkap dengan strategi untuk meraih keberhasilan. Ia berusaha untuk sabar dan tekun belajar. Ia tidak ingin diganggu oleh berbagai hal yang tidak mendukung keinginan dirinya. Di akhir semester, ia meraih nilai-nilai tertinggi di kelasnya. Ia menjadi juara satu. Suatu usaha yang luar biasa telah ia torehkan dalam hidupnya.
Sahabat, kadang-kadang manusia itu mudah putus asa. Sedikit saja tantangan yang menghampirinya, orang sudah menyerah. Orang tidak mau mencari cara-cara atau jalan-jalan untuk mengatasi tantangan-tantangan itu. Tentu saja sikap seperti ini bukan sikap orang beriman yang sejati. Orang yang percaya kepada Tuhan itu orang yang yakin bahwa masih ada cara-cara untuk mengatasi kesulitan hidup.
Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa meski hidup ini penuh dengan tantangan, orang tidak boleh menyerah. Menyerah kalah sebelum berperang menunjukkan sikap kecut hati. Orang yang besar itu orang yang berani melintasi tantangan-tantangan hidup. Orang yang tidak takut terhadap setiap bentuk tantangan yang akan menghadangnya.
Untuk itu, orang mesti memiliki iman yang besar kepada Tuhan. Orang mesti percaya bahwa di ujung jalan yang gelap itu masih ada Tuhan yang menanti kedatangannya. Di atas jalan yang licin dan berbatu-batu itu masih ada Tuhan yang akan membimbing orang untuk sampai pada tujuan hidupnya. Di atas titian jembatan yang goncang dan rapuh itu masih ada Tuhan yang senantiasa memberi semangat untuk terus maju dan berjuang.
Orang beriman itu orang yang senantiasa mempercayakan dirinya pada kasih karunia Tuhan. Mari kita membiarkan diri kita dikuasai oleh kasih karunia Tuhan. Dengan demikian, kita dapat senantiasa bangkit dari keterpurukan kita. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
658
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.