Seorang bapak hidup dalam suasana ketakutan. Ia selalu merasa ada orang yang sedang mengejar-ngejar dirinya. Akibatnya, ia enggan untuk tampil di hadapan umum. Ia mengurung diri di kamarnya. Ketika ada orang datang ke rumahnya, ia cepat-cepat menghindar. Ia merasa tidak layak menatap wajah orang lain.
Selidik punya selidik, ternyata bapak ini kurang pede. Ia punya rasa minder yang besar terhadap orang lain. Karena itu, ia membiarkan dirinya terkurung di dalam dirinya. Ia mau hidup sendiri. Ia tidak ingin orang lain terlibat dalam hidupnya. Ia ingin melakukan apa yang diinginkannya.
Persoalannya, mengapa ia merasa rendah diri? Belakangan diketahui bahwa bapak ini punya kedangkalan dalam berpikir. Ia juga kurang punya semangat untuk bergaul dengan orang lain. Sejak kecil, ia diajar oleh orangtuanya untuk tidak menyertakan orang lain dalam hidupnya.
Akibatnya, ketika ia memiliki kekurangan-kekurangan, ia mau tangani sendiri. Persoalan-persoalan yang dihadapi itu mau ia selesaikan sendiri. Padahal ada persoalan-persoalan yang tidak bisa ia selesaikan sendiri. Ia butuh bantuan orang lain.
Akibat lebih lanjut adalah ia menjadi minder. Ia kurang punya semangat untuk hidup. Ia mudah putus asa dalam hidupnya. Ia sendiri tidak mampu menemukan cara-cara yang baik untuk menyelesaikan persoalan-persoalan hidupnya itu. Ia tenggelam dalam kesendiriannya. Ia semakin diliputi oleh rasa takut terhadap dirinya sendiri.
Sahabat, kita hidup dalam zaman yang serba canggih dan modern. Persahabatan dapat dibangun dengan siapa saja. Melalui media massa yang semakin canggih dan modern, kita dapat membangun pertemanan dengan siapa saja di dunia ini.
Dalam kondisi seperti inilah kita dapat melakukan hal-hal yang berguna bagi hidup kita. Kita dapat membagikan pengalaman hidup kita yang manis maupun yang pahit. Pengalaman-pengalaman yang manis dapat membantu teman-teman kita di senatero jagat ini untuk bertumbuh di dalam kebaikan. Sedangkan pengalaman-pengalaman hidup yang pahit yang kita bagikan dapat membantu kita untuk menghadapi kerasnya hidup ini.
Karena itu, ketika orang mengurung dirinya dalam kesendirian, ia tidak akan menemukan solusi atas persoalan-persoalan hidupnya. Orang yang kurang berani membangun pertemanan biasanya tenggelam dalam kepicikan dirinya. Keterbatasan pikirannya menjadi andalan hidupnya. Tentu saja hal ini berbahaya. Mengapa? Karena orang seperti ini akan mengukur segala sesuatu dari kepicikan dirinya.
Orang beriman adalah orang yang berani membangun relasi yang lebih baik dengan siapa saja di seantero jagat ini. Orang beriman yang berani membuka dirinya bagi sesamanya akan menemukan indahnya kehidupan ini. Ia tidak perlu merasa putus asa ketika menghadapi persoalan-persoalan. Justru teman-temannya yang tersebar di berbagai tempat akan siap membantunya dengan jalan keluar yang baik.
Mari kita berusaha untuk membangun persahabatan dengan semua orang. Yakinlah, persahabatan itu membantu kita keluar dari kepicikan diri kita. Dengan demikian, kita akan menemukan sukacita dan damai dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
KOMSOS Keuskupan Agung Palembang
656
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.