Beberapa hari lalu saya melintas di depan sebuah bank. Bank itu terkunci rapat. Saya tidak tahu, apakah bank itu masih berfungsi atau tidak. Namun yang menarik perhatian saya adalah seorang perempuan tua berpakaian compang camping. Di siang hari itu, perempuan tua yang berlepotan keringat dan ingus itu sedang menikmati makan siang. Dengan tangannya yang hitam karena debu, perempuan itu mengambil nasi dengan sayur seadanya. Ia mengunyah makanan itu.
Hal yang mengagetkan saya adalah di samping kiri kanan perempuan tua itu dua ekor kucing ikut menyantap makan siang perempuan itu. Herannya, perempuan itu merasa tidak terganggu. Malahan ia seolah membiarkan kucing-kucing itu menyantap bersamanya. Setelah kenyang, kedua kucing itu pun pergi. Mereka meninggalkan perempuan tua itu sendirian.
Setelah makan, perempuan tua itu melanjutkan perjalanannya. Dengan pakaian compang-camping dan sebuah tas kumal, ia mencari penghidupan. Tangannya yang hitam legam ia julurkan kepada orang-orang yang mau berbelaskasihan terhadapnya. Sejumlah uang yang diperolehnya dari mengemis itu ia gunakan untuk membeli makanan yang ia bagikan juga kepada kucing-kucing liar. Ketika malam menjemput, perempuan tua itu menggulingkan tubuhnya yang kurus di emperan toko. Ia tidak peduli akan nyamuk-nyamuk yang menyerangnya sepanjang malam.
Sahabat, ini adalah salah satu bagian dari potret kehidupan manusia di kota kita (Palembang). Mungkin kita semua pernah menyaksikan kondisi seperti ini. Anak-anak jalanan yang berseliweran di perempatan-perempatan jalan. Atau sesama kita yang berjalan dari satu pintu rumah ke pintu rumah yang lain demi sesuap nasi yang mampu memberi mereka kekuatan untuk mempertahankan hidup.
Mungkin ada dari kita yang mempertanyakan kehadiran orang-orang itu di kota kita tercinta ini. Mengapa mesti ada anak-anak jalanan yang berseliweran di tengah-tengah kita? Bukankah kegiatan mereka itu mengganggu hidup sesama yang lain? Bukankah semestinya mereka menikmati masa-masa indah di sekolah?
Kondisi kemiskinan tentu saja menjadi sebab dari kehadiran mereka di jalan-jalan. Mengapa kemiskinan mesti melilit kehidupan manusia? Tentu saja ada banyak alasan. Salah satu alasannya adalah kesenjangan hidup di antara manusia. Ada anggota masyarakat yang begitu kaya dan ada anggota masyarakat yang begitu miskin. Untuk makan saja, mereka yang miskin mesti berjuang setengah mati. Belum tentu selama satu hari mengemis mereka mendapatkan uang yang cukup untuk makan dua kali. Sementara ada pihak yang kaya menghambur-hamburkan kekayaannya untuk sesuatu yang tidak berguna.
Karena itu, sebagai orang beriman, kita mesti memiliki kepekaan terhadap sesama kita. Masih ada begitu banyak orang miskin di sekitar kita. Untuk hidup satu hari saja mereka berjuang luar biasa berat. Rumah yang layak tidak dimiliki oleh mereka. Kini saatnya kita memberikan perhatian yang lebih bagi mereka yang miskin dan sengsara. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
Majalah FIAT
655
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.