Pages

28 Januari 2010

Hidup di Bawah Penyelenggaraan Tuhan





Belum sepuluh tahun gempa menghancurkan rumahnya, datang gempa yang lebih dahsyat. Ini pengalaman seorang bernama Suwardi di Bengkulu. Baru tahun 2000 lalu rumahnya hancur berkeping-keping. Tanggal 12 September 2007 lalu rumahnya hancur lagi oleh goncangan gempa yang sangat dahsyat itu.

Suwardi tidak habis pikir. Ia tidak bisa mengerti. Mengapa ia baru mau mulai menikmati hasil panen kebun karetnya, justru derita yang mesti ia hadapi? “Apakah Tuhan masih mau menguji iman saya?” tanya Suwardi dalam hatinya.

Dalam kondisi seperti itu, yang justru membangkitkan semangatnya adalah kehadiran istri dan anak-anaknya. Mereka selamat. Mereka tidak mengalami luka sedikit pun. Mereka menyelamatkan diri keluar dari rumah begitu merasakan goncangan gempa.

Peristiwa mengerikan itu memberi suatu pemahaman yang sangat bernilai. Dalam kondisi seperti itu ia tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Apalagi ia mesti menyalahkan Tuhan. Baginya, inilah kesempatan baginya untuk semakin menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Baginya, Tuhan masih tetap memelihara hidupnya. Tuhan tidak meninggalkannya sendirian berjuang dalam hidup ini.

Peristiwa-peristiwa dalam hidup kita berlangsung silih berganti. Satu peristiwa diganti oleh peristiwa berikutnya. Kadang-kadang kita merasa suatu peristiwa terulang kembali. Banyak peristiwa lewat tanpa sempat kita hayati. Hanya beberapa saja yang mengesan, membekas dalam benak kita. Peristiwa-peristiwa kunci itu menjadi penentu atau titik simpul hidup kita.

Sering kita terlarut dalam suatu peristiwa. Baik kegembiraaan maupun kesedihan bisa membuat kita tertekan. Akibatnya, kita tidak sempat memikirkan yang lain selain kesedihan atau kegembiraan.

Hidup kita ini suatu anugerah dari Tuhan. Hidup ini suatu penyelenggaraan Tuhan. Tidak ada orang yang menyelenggarakan hidupnya sendiri. Tuhan selalu campur tangan dalam hidup manusia. Soalnya adalah bagaimana manusia menanggapi hidupnya. Apakah dalam susah dan sedih ia menanggapi sebagai kutukan dari Tuhan? Atau apakah dalam kondisi seperti itu ia menanggapinya sebagai bentuk lain dari kasih sayang Tuhan atas dirinya?

Sebagai orang-orang yang beriman kepada Tuhan, tentu kita akan menanggapi segala bentuk susah, sedih dan derita hidup ini sebagai bentuk perhatian Tuhan terhadap kita. Karena itu, yang mesti kita lakukan adalah kita senantiasa berserah diri kepada Tuhan. Kita mesti senantiasa mengandalkan kasih setia Tuhan atas diri kita. Berserah diri kepada Tuhan berarti kita membiarkan Tuhan menguasai diri kita. Tuhan satu-satunya penyelenggara hidup kita ini. Tiada yang lain yang mampu memisahkan hidup kita dari penyelenggaraan Tuhan.

Setiap hari kita mengalami betapa hidup ini begitu indah. Tentu saja indahnya hidup ini tidak tercipta hanya dari yang baik-baik saja. Hidup ini juga tercipta dari kesulitan-kesulitan hidup. Karena itu, mari kita syukuri aneka pengalaman hidup ini. Kita mengsyukurinya karena aneka pengalaman itu mampu membentuk hidup kita seperti sekarang ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com

Bagikan

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.