Suatu hari seekor merpati lepas dari sangkarnya. Sejak kecil ia hidup di dalam sangkar. Bahkan ia dilahirkan di dalam sangkar itu. Ia terbang dan terbang. Namun tidak bisa terbang lebih tinggi dan jauh daripada merpati-merpati lain yang berada di alam bebas. Ia merasa penasaran melihat teman-temannya terbang begitu tinggi dan jauh. Ia ingin sekali terbang tinggi seperti mereka. Namun ia tidak bisa lakukan itu.
Lantas ketika bertemu dengan salah satu temannya, ia bertanya, ”Mengapa kamu bisa terbang tinggi dan jauh? Mengapa saya tidak punya kekuatan seperti kalian?”
Temannya itu balik bertanya kepadanya, ”Di mana tempat kamu tinggal selama ini? Dari mana kamu belajar terbang?”
Merpati putih itu terkejut mendengar pertanyaan temannya itu. Ia mengira bahwa semua merpati pasti bisa terbang tinggi dan jauh. Saat itu juga ia mulai menyadari kenyataan dirinya. Sangkar yang selama ini menjadi tempat tinggalnya yang nyaman itu telah membentengi dirinya. Ia tidak bisa terbang lebih tinggi dan jauh. Sangkar itu telah memberi dia pelajaran untuk terbang sebatas sangkar itu.
Sahabat, sering manusia juga mengalami hal yang sama dengan merpati yang berada di dalam sangkar itu. Pikiran manusia sering terbelenggu oleh lingkungan di mana ia hidup. Lingkungan yang memiliki keterbatasan akan menjadikan manusia memiliki keterbatasan pula dalam hidup ini. Karena itu, manusia mesti berusaha untuk keluar dari lingkungan yang terbatas itu.
Soalnya adalah banyak orang membiarkan dirinya dibatasi oleh sekat-sekat. Mereka membiarkan diri mereka terbelenggu oleh keterbatasan-keterbatasan diri itu. Dan mereka berusaha untuk menikmatinya. Padahal ketika mereka berlangkah melewati batas-batas itu, mereka akan menemukan berbagai hal yang lebih hebat lagi.
Karena itu, orang mesti memilah-milah mana hal-hal yang membelenggu dirinya dan mana yang tidak. Hal-hal yang membelenggu diri itu mesti diperangi, agar manusia dapat menemukan sesuatu yang lebih luas. Orang tidak boleh membiarkan dirinya terbelenggu oleh sekat-sekat yang menghancurkan dirinya.
Untuk itu, orang mesti berani untuk membarui diri secara terus-menerus. Caranya adalah dengan meninggalkan belenggu-belenggu itu dan menerima hal-hal baru yang mampu mengubah sikap hidupnya. Sikap hidup yang kurang baik mesti diganti dengan sikap hidup yang menguntungkan bagi diri dan sesama.
Orang beriman itu orang yang berani membarui dirinya. Orang yang mampu menilai secara kritis hal-hal yang membelenggu dirinya. Orang yang mau memajukan hidup dirinya dan sesamanya. Mari kita berusaha untuk membarui diri kita, agar kita tidak terkungkung oleh keterbatasan-keterbatasan. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
567
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.