Ada seorang gadis yang menolak kenyataan dirinya sendiri. Ia berasal dari keluarga yang miskin. Ayahnya sudah meninggal dunia sejak ia masih bayi. Ia hidup bersama ibu dan dua orang kakaknya. Ia selalu berusaha tampil dengan penuh glamour. Ia membeli gaun-gaun yang mahal harganya. Padahal ibunya selalu keberatan terhadap keinginannya. Ibunya bekerja setengah mati mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Namun gadis itu selalu ingin memiliki hasil kerja ibunya itu untuk membeli pakaian dan perhiasan-perhiasan yang mahal.
Gadis itu ingin orang lain memandangnya sebagai seseorang yang punya sesuatu yang berharga. Ia tidak ingat bahwa yang berharga itu adalah dirinya sendiri. Ia ingin orang melihat apa yang ada di luar dirinya, yaitu pakaian dan perhiasan-perhiasan yang mahal-mahal. Padahal nilai dan harga manusia itu terletak dalam diri manusia. Kemauan manusia yang baik dan suci menjadi nilai dan harga manusia yang paling tinggi.
Bertahun-tahun lamanya gadis itu hanya terobsesi pada pikirannya sendiri. Ia terjerat oleh islusinya sendiri tentang nilai dan harga manusia. Hidupnya menjadi kacau balau, karena ia selalu mengejar yang tampak dan yang kelihatan oleh mata. Ketika ia tidak mendapatkannya, ia kecewa berat. Ketika orang mulai tahu tentang latar belakang dirinya, ia menjadi resah. Hidupnya menjadi tidak tenang. Akhirnya, ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan minum racun. Tragis! Sungguh sangat tragis hidup manusia seperti ini.
Sahabat, hampir seluruh persoalan hidup manusia bermula dari ketidakmauan manusia menerima hidupnya apa adanya. Manusia tidak mampu berkompromi dengan kenyataan dirinya. Orang tidak mampu melihat realitas hidupnya secara sederhana dan biasa-biasa saja. Orang lebih suka bermain-main dengan obsesi, persepsi dan ilusi.
Tentu saja situasi seperti ini akan membawa manusia ke dalam penderitaan demi penderitaan. Mengapa? Karena keinginan tidak gampang diraih dalam kondisi yang tidak nyata. Orang hanya bertumbuh dan berkembang dalam mimpi-mimpi hampa. Orang terbelenggu oleh ilusinya sendiri. Ini bahaya. Ini dapat menjadi tragedi yang membuat manusia kehilangan jati dirinya.
Karena itu, manusia yang normal adalah manusia yang mampu menerima hidup dan dirinya apa adanya. Manusia yang mampu mengkompromikan antara keinginan dan kenyataan hidupnya. Manusia yang tidak lari dari kenyataan dan membentuk bayang-bayang semu dalam hidupnya.
Kisah gadis tadi mau mengatakan kepada kita bahwa kehidupan ini akan berjalan dengan normal, kalau manusia mampu merendahkan dirinya. Kalau manusia mau menerima kekurangan-kekurangan dalam hidupnya. Kekurangan-kekurangan itu dapat menjadi kekuatan untuk meraih sukses yang gilang-gemilang dalam hidup ini.
Mari kita berusaha untuk menerima hidup kita apa adanya. Untuk itu, kita mesti berserah diri kepada Tuhan, agar Tuhan memberi kita kekuatan dan petunjuk untuk menerima hidup ini apa adanya. Hanya Tuhan yang dapat membantu kita untuk mengkompromikan cita-cita dan kenyataan hidup kita. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
561
Gadis itu ingin orang lain memandangnya sebagai seseorang yang punya sesuatu yang berharga. Ia tidak ingat bahwa yang berharga itu adalah dirinya sendiri. Ia ingin orang melihat apa yang ada di luar dirinya, yaitu pakaian dan perhiasan-perhiasan yang mahal-mahal. Padahal nilai dan harga manusia itu terletak dalam diri manusia. Kemauan manusia yang baik dan suci menjadi nilai dan harga manusia yang paling tinggi.
Bertahun-tahun lamanya gadis itu hanya terobsesi pada pikirannya sendiri. Ia terjerat oleh islusinya sendiri tentang nilai dan harga manusia. Hidupnya menjadi kacau balau, karena ia selalu mengejar yang tampak dan yang kelihatan oleh mata. Ketika ia tidak mendapatkannya, ia kecewa berat. Ketika orang mulai tahu tentang latar belakang dirinya, ia menjadi resah. Hidupnya menjadi tidak tenang. Akhirnya, ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan minum racun. Tragis! Sungguh sangat tragis hidup manusia seperti ini.
Sahabat, hampir seluruh persoalan hidup manusia bermula dari ketidakmauan manusia menerima hidupnya apa adanya. Manusia tidak mampu berkompromi dengan kenyataan dirinya. Orang tidak mampu melihat realitas hidupnya secara sederhana dan biasa-biasa saja. Orang lebih suka bermain-main dengan obsesi, persepsi dan ilusi.
Tentu saja situasi seperti ini akan membawa manusia ke dalam penderitaan demi penderitaan. Mengapa? Karena keinginan tidak gampang diraih dalam kondisi yang tidak nyata. Orang hanya bertumbuh dan berkembang dalam mimpi-mimpi hampa. Orang terbelenggu oleh ilusinya sendiri. Ini bahaya. Ini dapat menjadi tragedi yang membuat manusia kehilangan jati dirinya.
Karena itu, manusia yang normal adalah manusia yang mampu menerima hidup dan dirinya apa adanya. Manusia yang mampu mengkompromikan antara keinginan dan kenyataan hidupnya. Manusia yang tidak lari dari kenyataan dan membentuk bayang-bayang semu dalam hidupnya.
Kisah gadis tadi mau mengatakan kepada kita bahwa kehidupan ini akan berjalan dengan normal, kalau manusia mampu merendahkan dirinya. Kalau manusia mau menerima kekurangan-kekurangan dalam hidupnya. Kekurangan-kekurangan itu dapat menjadi kekuatan untuk meraih sukses yang gilang-gemilang dalam hidup ini.
Mari kita berusaha untuk menerima hidup kita apa adanya. Untuk itu, kita mesti berserah diri kepada Tuhan, agar Tuhan memberi kita kekuatan dan petunjuk untuk menerima hidup ini apa adanya. Hanya Tuhan yang dapat membantu kita untuk mengkompromikan cita-cita dan kenyataan hidup kita. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
561
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.