Suatu pagi yang cerah, seorang gadis duduk termangu di ruang tamu rumahnya. Buku yang ada di tangannya tertutup sendiri. Ia tidak menyadari bahwa ia telah membuka buku itu untuk menemukan secercah harapan bagi hidupnya. Hidup itu indah! Begitu ungkapan yang pernah ia dengar. Tetapi apakah saat ini hidup itu indah setelah ia ditinggalkan seorang diri oleh sang kekasihnya?
Ia bergulat dengan dirinya sendiri. Lelaki yang sangat dicintainya itu telah pergi entah ke mana. Padahal mereka sudah membuat komitmen yang bulat untuk hidup dalam bahtera perkawinan. Ia berkata dalam hati, “Hidup itu menyakitkan! Hidup itu tidak indah! Mengapa mesti ada pengkhianatan dalam hidup ini? Mengapa tidak ada hati yang terbuka bagi cinta yang tulus?”
Sebulan terakhir ini cinta yang telah ia jalin beberapa tahun belakangan ini sirna. Sang kekasih memutuskan untuk menjalain cinta dengan perempuan lain. Ia merasa sakit. Bagai duri-duri tajam yang sedang menusuk hatinya. Tetapi hidup mesti berjalan terus. Hidup ini tidak bisa dihentikan sesaat saja.
Gadis itu sadar, benih cinta yang telah tumbuh dalam hatinya itu mesti berkembang terus. Tidak boleh dihentikan. Ia tidak boleh membiarkan cinta itu menjadi layu. Cintanya mesti terus bersemi. Apa yang kemudian dilakukan oleh gadis itu? Ia terus-menerus membuka hatinya lebar-lebar. Ia membiarkan cinta Tuhan yang lebih besar menguasai cintanya yang kecil itu. Dengan demikian, ia menjadi orang yang hidup penuh kasih. Ia tidak membiarkan benih-benih kebencian bersemayam dalam lubuk hatinya.
Sahabat, orang bilang, cinta begitu sulit ditebak. Ia bagai burung yang menari-nari di sekeliling kita. Ia mengepakkan sayapnya yang penuh warna, memikat dan menarik hati kita untuk menangkapnya. Saat kita begitu menginginkan cinta dalam genggaman, ia terbang menjauh. Namun saat kita tidak mengharapkan, cinta hadir tanpa diundang. Jinak-jinak merpati.
Kita tidak bisa memaksakan cinta sekehendak hati kita. Cinta menjadi fenomena hati yang sulit dimengerti. Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa cinta sulit ditebak. Namun sebenarnya kita tidak perlu memeras orang kita terlalu keras untuk mengerti cinta. Semakin keras kita memikirkan cinta itu, semakin lelah kita dibuatnya. Mengapa? Karena cinta itu hadir untuk dirasakan dan diselami.
Untuk itu, orang mesti yakin bahwa cinta yang diinginkan akan datang pada saat yang tepat. Namun tidak berarti kita hanya duduk diam menanti datangnya cinta. Gadis dalam kisah tadi tidak tinggal diam begitu ia kehilangan cinta tulusnya pada sang kekasih. Ia berusaha untuk menemukan makna cinta yang lebih luas. Caranya adalah dengan membuka hatinya untuk cinta Tuhan. Ia membiarkan dirinya dikuasai oleh cinta Tuhan yang agung dan luhur itu.
Jadi yang mesti kita lakukan adalah membuka hati kita bagi cinta yang lebih besar. Dengan demikian, hidup kita menjadi damai dan sukacita. Cinta yang kita memiliki mampu menemukan makna yang lebih luas bagi hidup kita dan sesama. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
614
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.