Suatu hari seorang pemuda datang kepada seorang guru kebijaksanaan. Kepada guru itu ia bertanya, “Guru, saya pernah mendengar kisah seorang arif yang pergi jauh dengan berjalan kaki. Cuma yang aneh, setiap ada jalan menurun, sang arif konon agak murung. Tetapi kalau jalan sedang mendaki, ia tersenyum. Hikmah apakah yang bisa saya petik dari kisah ini?”
Guru bijaksana itu menjelaskan, “Itu perlambang manusia yang telah matang dalam meresapi asam garam kehidupan. Itu perlu kita jadikan cermin. Ketika kita sukses, sesekali perlu kita sadari bahwa suatu ketika kita akan mengalami kegagalan yang tidak kita harapkan. Dengan demikian, kita tidak terlalu bergembira sampai lupa bersyukur kepada Sang Pencipta. Ketika kita sedang terpuruk, kita memandang masa depan dengan tersenyum optimis. Tetapi optimis saja tidak cukup. Kita harus mengimbangi optimisme itu dengan kerja keras.”
Pemuda itu terkagum-kagum mendengarkan penjelasan guru bijaksana itu. Namun ia masih ragu-ragu. Lantas ia bertanya, ”Apa alasan saya untuk optimis, sedang saya sadar saya sedang jatuh terpuruk?”
Guru bijaksana itu berkata, ”Alasannya ialah iman. Mengapa? Karena kita yakin akan pertolongan Sang Pencipta.”
Pemuda itu mengangguk-angguk. Tetapi ia masih mengajukan pertanyaan, ”Hikmah selanjutnya apa?”
Guru bijaksana itu berkata, ”Orang yang terkenal suatu ketika harus siap untuk dilupakan. Orang yang di atas harus siap mental untuk turun ke bawah. Orang kaya suatu ketika harus siap untuk menjadi miskin.”
Sahabat, banyak orang merasa bahwa mereka selalu berada di tempat yang tinggi. Artinya, kesuksesan selalu menyertai perjalanan hidup mereka. Padahal tidaklah demikian. Perjalanan hidup ini kadang mulus. Tetapi kadang-kadang juga terdapat jurang terjal yang mesti dilewati.
Ada kalanya orang berada di atas kemegahan dan kemewahan. Tetapi ada kalanya orang terpuruk di bawah. Nah, sering orang lupa akan hal ini. Orang kurang menyadari perjalanan hidupnya. Akibatnya, ketika mereka terpuruk, mereka sulit untuk bangkit lagi. Mereka tidak lagi menemukan sukacita dan damai dalam hidup ini.
Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa orang tidak boleh menyombongkan dirinya. Orang mesti menyadari kondisi hidupnya. Orang mesti berani menerima kenyataan bahwa orang beriman itu sering berhadapan dengan berbagai tantangan. Orang yang bertahan akan menemukan damai dan sukacita. Orang yang bertahan itu akan memiliki optimisme untuk melangkahkan kakinya menggapai kesuksesan dalam hidupnya.
Karena itu, sebagai orang beriman, kita mesti tetap optimis dalam hidup ini. Keterpurukan dalam hidup ini boleh saja menimpa kehidupan kita. Namun hal itu tidak berarti akhir dari segala-galanya. Masih ada waktu dan kesempatan untuk bangkit dan maju. Masih ada berbagai cara untuk menemukan sukacita dan damai dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
609
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.