Pages

18 Februari 2011

Memaknai Simbol-simbol dalam Hidup



Suatu hari seorang ibu kehilangan cincin perkawinannya. Siang harinya ia diajak oleh seorang perempuan yang tidak dikenal untuk pergi ke suatu tempat di kota itu. Ia ikut saja semua yang dikatakan oleh perempuan itu. Ketika perempuan itu memintanya untuk melepaskan cincin perkawinannya, ia ikut saja. Ketika diminta untuk memberikann cincin itu kepadanya, ibu itu pun menyerahkan benda yang sangat berharga itu.

Ibu itu baru sadar ketika perempuan muda itu meninggalkannya. Ia menangis. Ia berteriak histeris. Namun cincin kesetiaan itu telah lenyap. Nasi sudah menjadi bubur. Apalagi wajah perempuan muda itu pun tidak ia ingat lagi. Rupanya ia kena hipnotis. Beberapa saat kemudian ia pulang ke rumahnya yang tidak jauh dari tempat kejadian. Ia menumpahkan kepedihan hatinya dengan menangis dan menangis.

Sang suami heran menyaksikan kondisi istrinya. Ia berusaha untuk membujuk istrinya, agar berhenti menangis. Namun sang istri tidak mau berhenti juga. Malam harinya baru ia tahu kalau sang istri menangis karena cincinnya telah lenyap. Suaminya berkata, ”Tidak usah terlalu bersedih hati. Saya yakin, kesetiaanmu tetap tinggi padaku. Kamu masih mencintai saya dan saya masih mencintaimu.”

Dengan wajah yang masih sedih, sang istri menjawab, ”Cinta saya kepadamu tidak akan hilang. Namun cincin perkawinan itu sangat berharga bagi saya. Itulah tanda ikatan perkawinan kita. Itulah tanda kesetiaan saya kepadamu. Ketika engkau melihat cincin yang saya kenakan, engkau yakin saya tetap mencintaimu.”

Sahabat, manusia itu hidup dengan tanda-tanda atau simbol-simbol. Cincin yang dikenakan suami istri menandakan cinta yang tak pernah lekang. Cinta yang terus-menerus hadir dalam hidup perkawinan. Cinta yang tetap membara, meski usia sudah uzur.

Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa ibu yang kehilangan cincin itu ingin tetap mempertahankan bahtera perkawinannya. Ia ingin mengatakan kepada suaminya bahwa cintanya masih tetap membara. Ia ingin mengatakan bahwa kehadiran cincin di jarinya itu menandakan cintanya yang tulus kepada sang suami.

Manusia dapat tetap bertahan dalam hidup, karena cinta. Tentu saja cinta yang sejati yang senantiasa menjadi andalan hidup manusia. Cinta sejati itu tumbuh dan berkembang dalam keseharian hidup manusia. Cinta sejati itu bukan cinta yang dibuat-buat. Tetapi cinta yang ditumbuhkan dari kesahajaan hidup.

Karena itu, ketika cinta yang sejati itu hilang orang akan mengalami kegalauan dalam hidupnya. Orang akan mengalami hidup ini menjadi hambar tak bermakna. Orang menjadi linglung dan tidak tahu mau ke mana hidup ini diarahkan. Orang hidup bagai layang-layang putus.

Untuk itu, cinta yang sejati mesti selalu dipupuk. Cinta yang sejati mesti selalu dibangkitkan, agar memiliki buah-buah yang baik bagi kehidupan. Hidup ini memiliki makna yang mendalam bagi hidup. Dengan demikian, orang mengalami sukacita dan damai dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

618

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.