Sehari dayung, tiga empat pulau didatangi. Begitulah pengabdian sang bidan di daerah terpencil Riau seperti Herawati. Rasa capek, lelah dan panas menjadi makanan sehari-hari Herawati yang dijuluki bidan pongpong, karena selalu setia melayani masyarakat kecil dengan sampannya.
Tidak banyak memang, bidan yang pernah punya pengalaman membantu melahirkan bayi di atas sampan. Pengalaman itulah yang dialami bidan Herawati asal Riau. Untuk itu, ia dinobatkan sebagai bidan inspirasional pada Srikandi Award 2009.
Herawati adalah satu dari tiga bidan inspirasional yang dianggap memberi inspirasi dalam memajukan kesehatan masyarakat, khususnya di kepulauan Riau.
Bidan kelahiran Duaralingga, 20 Desember 1976 ini, setiap hari harus mengarungi 3 hingga 4 pulau untuk menemui masyarakat yang membutuhkan bantuannya.
Ia berkata, ”Di kepulauan Riau itu ada sekitar 8 pulau. Hampir seperempat penduduknya adalah suku laut. Jadi untuk menemui masyarakat saya harus berkeliling dari satu pulau ke pulau lainnya.”
Untuk mengarungi pulau-pulau tersebut, Herawati menggunakan sampan kayu khas Riau yang disebut Pongpong. Dengan demikian, masyarakat mengenalnya sebagai bidan pongpong.
Saat ini Herawati menangani 6 posyandu yang satu sama lain terpisahkan oleh laut. Untuk menempuh jarak antar pulau tersebut dibutuhkan waktu sekitar 45 menit hingga satu jam.
Sahabat, pengorbanan seperti yang telah diperlihatkan oleh Herawati sungguh-sungguh menyentuh hati kita. Ia tidak kenal lelah mendatangi sesamanya yang membutuhkan uluran tangannya. Ia berusaha menyelamatkan sesamanya. Karena itulah panggilan hidupnya sebagai manusia.
Hati kita mestinya gembira mendengar kisah seperti yang dialami oleh Herawati. Mengapa? Karena begitu banyak kriminalitas yang kita alam dalam hidup ini. Begitu banyak orang kurang menghormati kehidupan. Dari berita-berita kita dengar atau lihat ada anak yang ditelantarkan orangtuanya. Ada anak yang dibuang oleh orangtuanya begitu dilahirkan. Bahkan ada janin-janin tak berdosa yang digugurkan.
Mengapa semua itu bisa terjadi? Hal itu bisa terjadi karena kurang cinta manusia terhadap sesama. Ada egoisme yang begitu kuat membentengi hati manusia. Ada penolakan manusia terhadap kehadiran sesamanya. Hati manusia tertutup oleh keinginan untuk mencari selamat bagi diri sendiri.
Karena itu, sebagai orang beriman, kita mesti senantiasa berjuang untuk mengubah hati kita yang keras menjadi lembut. Hati yang lemah lembut adalah hati yang dirindukan oleh semua orang di jaman sekarang ini. Hati yang mudah tergerak oleh belas kasihan dan cinta yang murni. Herawati telah menjadi contoh bagi kita. Ia memiliki hati yang mudah tergerak oleh kebutuhan sesamanya. Dengan dia berani berlayar dari pulau yang satu ke pulau yang lain untuk membantu sesamanya.
Mari kita berusaha memiliki hati yang mudah tergerak oleh kebutuhan sesama. Dengan demikian, dunia ini menjadi tempat yang indah untuk didiami oleh manusia. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
622
Tidak banyak memang, bidan yang pernah punya pengalaman membantu melahirkan bayi di atas sampan. Pengalaman itulah yang dialami bidan Herawati asal Riau. Untuk itu, ia dinobatkan sebagai bidan inspirasional pada Srikandi Award 2009.
Herawati adalah satu dari tiga bidan inspirasional yang dianggap memberi inspirasi dalam memajukan kesehatan masyarakat, khususnya di kepulauan Riau.
Bidan kelahiran Duaralingga, 20 Desember 1976 ini, setiap hari harus mengarungi 3 hingga 4 pulau untuk menemui masyarakat yang membutuhkan bantuannya.
Ia berkata, ”Di kepulauan Riau itu ada sekitar 8 pulau. Hampir seperempat penduduknya adalah suku laut. Jadi untuk menemui masyarakat saya harus berkeliling dari satu pulau ke pulau lainnya.”
Untuk mengarungi pulau-pulau tersebut, Herawati menggunakan sampan kayu khas Riau yang disebut Pongpong. Dengan demikian, masyarakat mengenalnya sebagai bidan pongpong.
Saat ini Herawati menangani 6 posyandu yang satu sama lain terpisahkan oleh laut. Untuk menempuh jarak antar pulau tersebut dibutuhkan waktu sekitar 45 menit hingga satu jam.
Sahabat, pengorbanan seperti yang telah diperlihatkan oleh Herawati sungguh-sungguh menyentuh hati kita. Ia tidak kenal lelah mendatangi sesamanya yang membutuhkan uluran tangannya. Ia berusaha menyelamatkan sesamanya. Karena itulah panggilan hidupnya sebagai manusia.
Hati kita mestinya gembira mendengar kisah seperti yang dialami oleh Herawati. Mengapa? Karena begitu banyak kriminalitas yang kita alam dalam hidup ini. Begitu banyak orang kurang menghormati kehidupan. Dari berita-berita kita dengar atau lihat ada anak yang ditelantarkan orangtuanya. Ada anak yang dibuang oleh orangtuanya begitu dilahirkan. Bahkan ada janin-janin tak berdosa yang digugurkan.
Mengapa semua itu bisa terjadi? Hal itu bisa terjadi karena kurang cinta manusia terhadap sesama. Ada egoisme yang begitu kuat membentengi hati manusia. Ada penolakan manusia terhadap kehadiran sesamanya. Hati manusia tertutup oleh keinginan untuk mencari selamat bagi diri sendiri.
Karena itu, sebagai orang beriman, kita mesti senantiasa berjuang untuk mengubah hati kita yang keras menjadi lembut. Hati yang lemah lembut adalah hati yang dirindukan oleh semua orang di jaman sekarang ini. Hati yang mudah tergerak oleh belas kasihan dan cinta yang murni. Herawati telah menjadi contoh bagi kita. Ia memiliki hati yang mudah tergerak oleh kebutuhan sesamanya. Dengan dia berani berlayar dari pulau yang satu ke pulau yang lain untuk membantu sesamanya.
Mari kita berusaha memiliki hati yang mudah tergerak oleh kebutuhan sesama. Dengan demikian, dunia ini menjadi tempat yang indah untuk didiami oleh manusia. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
622
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.