Pages

01 Mei 2011

Selamatkan Lingkungan Hidup yang Tercemar

Minggu lalu (awal Februari 2010) diberitakan bahwa tingkat pencemaran di Sungai Musi meningkat akibat aktivitas industri dan limbah rumah tangga. Unsur pencemar tertinggi, seperti fenol, besi, dan fosfat, sudah melebihi nilai ambang batas, sehingga berpotensi mengancam organisme sungai.

Menurut Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Kota Palembang, Novrian Fadillah, pihaknya baru melaksanakan penelitian dan uji contoh air di sejumlah titik di Sungai Musi yang mengalir di sepanjang Kota Palembang. ”Ada 22 unsur parameter bahan baku yang diteliti. Ada 10 parameter yang meningkat secara signifikan. Jika tak dikendalikan, hal itu bisa mengancam organisme Sungai Musi dan semua anak sungainya,” kata Novrian.

Lima parameter pencemar kimia yang tergolong tinggi adalah besi, fenol, fosfat, chemical oxygen demand (COD), dan biological oxygen demand (BOD). Semua itu merupakan parameter utama untuk melihat apakah kadar pencemar di suatu tempat sudah berbahaya atau tidak bagi organisme dan mikroorganisme. Adapun derajat keasaman (pH) sungai mencapai 6-9.

Menurut Novrian, tahun ini tingkat pencemaran naik 10 persen karena angka baku mutu menjadi 10 miligram per liter. Untuk besi, fosfat, dan fenol, nilai ambang baku mutu masing-masing 0,3 miligram per liter. Penyebabnya, kata Novrian, fosfat berasal dari limbah detergen, adapun fenol adalah zat kimia yang kerap dipakai dalam aktivitas industri. Di Palembang, fenol digunakan untuk menghilangkan karat pada kapal.

Tentang fenol, ia berkata, ”Fenol paling berbahaya bagi manusia. Karena itu, perlu menjadi perhatian semua pihak.”

Sahabat, sebagai warga yang hidup disekitar Sungai Musi, berita seperti ini tentu membuat hati kita kecut. Betapa tidak? Air yang kita gunakan untuk kebutuhan sehari-hari itu ternyata telah tercemar oleh zat-zat yang berbahaya bagi kehidupan. Jiwa kita terancam oleh zat-zat kimia tersebut.

Apa yang terjadi kalau kita terus-menerus mengonsumsi air Sungai Musi? Tentu saja kita berharap bahwa tubuh kita mampu memberikan perlawanan terhadap zat-zat berbahaya itu. Soalnya, sampai sejauh mana tubuh kita mampu menahan serangan zat-zat berbahaya itu? Bukankah daya tahan tubuh manusia tidak sangat kuat terhadap zat-zat berbahaya tersebut?

Karena itu, yang mesti dilakukan sekarang adalah suatu kesadaran dalam diri manusia tentang keselamatan lingkungan hidup. Mengapa? Karena lingkungan hidup itu tidak berdiri sendiri. Lingkungan hidup itu memiliki aspek sosial yang mampu membantu manusia untuk mengalami sukacita dan damai dalam hidupnya.

Sebagai orang beriman, kita memiliki tugas untuk menyelamatkan lingkungan hidup dari kehancuran. Kalau lingkungan hidup ini kehilangan kelestariannya, manusia juga yang akan mengalami ancaman yang serius. Menyelamatkan lingkungan hidup berarti menyelamatkan kehidupan manusia. Mari kita berusaha menyelamatkan lingkungan yang menjadi tumpuan hidup kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales, SCJ
Tabloid KOMUNIO


668B

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.