Pages

25 Mei 2011

Melakukan Perbuatan Baik dengan Tulus





Bachtiar Angkotasan harus menyisakan Rp 5.000 setiap hari dari hasil mengamen untuk membayar kontrakan di Kampung Jati, Kelurahan Jati Mulya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. Setiap bulan ia harus membayar Rp 200.000 untuk biaya kontrakan dengan ukuran 4 X 6 meter.

Pria berusia 47 tahun ini berkata, “Saya bayar pakai uang receh hasil ngamen.” Bachtiar menjelaskan, setiap hari ia mendapatkan uang sekitar Rp 30.000 dari mengamen dari bus ke bus. Pemilik kontrakkan mengerti atas kondisinya yang bekerja sebagai pengamen. Ia bersama dua anaknya telah tinggal di sana sekitar enam bulan.

Tentang pembayaran menggunakan uang receh, ia berkata, “Sebelumnya saya minta maaf dulu belum sempat tuker receh ke warung. Pemilik rumah bilang ngga apa-apa.”

Bachtiar harus menghidupi kedua anaknya Gia Wahyuningsih yang berusia 5 tahun dan Agum Gumelar Santoso yang berusia 8 tahun. Ia berpisah dengan istrinya, Mimih Nunung, empat tahun lalu. Gia mengidap epilepsi dan gizi buruk sejak umur satu tahun.

Gia kerap berontak selama di rumah, sehingga Bachtiar terpaksa mengikat Gia dengan kain di bagian pinggang selama ia pergi mengamen. Gia terpaksa "dipasung" sejak tiga tahun lalu hingga polisi mendapat informasi dan membawa Gia ke rumah sakit.

Sahabat, di satu sisi usaha yang dilakukan oleh Bachtiar sungguh-sungguh baik. Ia merasa bertanggung jawab terhadap kedua anaknya. Ia tidak meninggalkan mereka berjuang sendirian. Ia rela mengorbankan dirinya untuk kelangsungan hidup kedua anaknya. Inilah orang yang beriman. Orang sungguh-sungguh peduli terhadap sesamanya. Ia tidak membiarkan mereka terlantar.

Soalnya adalah kemiskinan memaksa Bachtiar untuk melakukan hal-hal yang melanggar aturan. Anak putrinya yang sering berontak, karena menderita epilepsi, ia ikat dengan kain. Dengan demikian, anaknya tersebut mengalami penderitaan yang lebih parah lagi. Kebebasannya menjadi terganggu. Hak-hak hidupnya seolah-olah dirampas. Tentu saja perbuatan seperti ini tidak bisa diterima.

Bahaya yang sering terjadi dalam hidup adalah orang sering hanya berpikir berat sebelah. Yang penting ia melakukan sesuatu yang baik, ia tetap melakukannya. Padahal belum tentu perbuatannya yang baik itu juga baik untuk orang lain. Perbuatan yang baik itu belum tentu memenuhi kepentingan bersama.

Karena itu, orang beriman mesti tidak boleh berat sebelah. Orang beriman itu orang yang selalu memperhitungkan secara matang suatu perbuatan yang dilakukannya. Dengan cara itu, orang tidak perlu menindas sesamanya ketika mnelakukan suatu perbuatan yang baik. Suatu perbuatan baik yang tidak berat sebelah akan memberikan kepuasan bagi semua orang.

Mari kita berusaha untuk senantiasa melakukan suatu perbuatan baik yang berguna bagi semua orang. Dengan demikian, hidup ini menjadi lebih baik dan indah. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ



684

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.