Pages

28 Mei 2011

Mengubah Kemarahan Menjadi Berkat



Akhir pekan lalu (akhir Februari 2010) ada dua peristiwa berdarah terjadi di Jawa Timur. Di Pasuruan, seorang anak tega membunuh bapak kandungnya, karena kesal adiknya dipukul. Di kawasan Tapal Kuda di Probolinggo kejadian serupa terjadi. Seorang pria warga Desa Menyono, Kecamatan Kuripan, Kabupaten Probolinggo membunuh bapak tirinya.

Bapak tirinya dibacok dengan sebilah celurit hingga tewas bersimbah darah di depan halaman rumahnya. Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 11.30 WIB, Minggu (28/2/2010). Keterangan yang dihimpun adalah sebelum kejadian, kakak pelaku yang bernama Ny Supaida pulang dari Arab Saudi. Selama beberapa tahun bekerja di Arab Saudi, Ny Supaida menitipkan anaknya, Mia (3) kepada bapak tirinya. Begitu pulang ke rumahnya di Desa Menyono, perempuan itu berencana membawa anaknya itu ke Banyuwangi, namun bapak tiri itu melarang.

Tidak terima, sang anak tiri datang bersama Ny Supaida. Mereka naik pitam. Terjadi perang mulut. Di tengah perang mulut itu, pelaku kalap dan langsung menyabetkan celurit ke tubuh bapak tirinya. Akibat sabetan sebilah celurit itu, bapak tiri itu mengalami luka di bagian kedua pergelangan tangan dan lehernya. Ia pun tewas seketika.

Sahabat, kemarahan yang tidak bisa dikendalikan dapat berakibat fatal bagi kehidupan. Orang yang kalap bisa menyebabkan nyawa orang lain melayang. Akibatnya, orang melanggar hak azasi manusia. Orang tidak peduli terhadap hak-hak hidup orang lain. Orang merendahkan martabat manusia.

Manusia yang beradab adalah manusia yang mampu mengolah emosinya yang brutal. Orang yang punya kebudayaan yang tinggi itu orang yang mampu menundukkan kemarahannya. Emosi liar yang dimiliki itu mesti bertekuk lutut dalam dirinya. Ia tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh kemarahan atau emosi dirinya.

Untuk itu, orang mesti berusaha untuk mengendalikan emosi atau kemarahan yang membabibuta. Tentu saja usaha ini tidak berhasil dalam sekejap. Orang tentu mengalami berbagai tantangan dan kesulitan. Orang akan mengalami jatuh dan bangun dalam usaha untuk mengendalikan emosi dalam dirinya. Namun orang tidak boleh berhenti atau putus asa. Orang mesti yakin bahwa dengan mengendalikan emosi itu orang akan dapat menundukkan emosi yang ada di dalam dirinya.

Sebagai orang beriman, kita mesti berusaha untuk mengubah kemarahan yang bernyala-nyala di dalam diri kita menjadi berkat yang melimpah bagi sesama. Untuk itu, kita butuh bantuan dari Tuhan. Kita mesti berani mengandalkan Tuhan ketika kemarahan atau emosi sedang melanda diri kita. Kita biarkan Tuhan masuk ke dalam diri kita untuk bekerja bersama kita menundukkan kemarahan atau emosi itu. Dengan demikian, hidup kita menjadi berkat bagi sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ




687

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.