Pages

23 Mei 2011

Mendasarkan Perbuatan pada Pertimbangan yang Matang




Sehelai kaus yang dipungut dari pagar rumah orang bisa menjadi masalah bagi yang memungut. Sang empunya kaus dapat mengadukan pemungutnya ke polisi. Begitulah yang terjadi dengan Aspuri, seorang buruh tani di Kampung Sisipan, Desa Bendung, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Banten, beberapa waktu lalu. Akibat perbuatan memungut milik orang lain, Aspuri mesti mendekam di penjara.

Aspuri menyesali perbuatannya setelah divonis tiga bulan lima hari penjara potong masa tahanan. Ia berkata, ”Saya jengkel, gara-gara masalah sepele bisa sampai kayak gini. Tapi, saya tak dendam sama Bu Dewi.”

Masih untung bagi Aspuri. Vonis yang dijatuhkan itu sama dengan masa tahanan sementaranya. Karena itu, ia langsung bebas setelah vonis. Namun soalnya adalah ia tetap bersalah atas tindakannya memungut barang milik orang lain. Pria berusia 19 tahun ini dikenal sebagai pemuda yang sopan, pendiam dan tidak banyak tingkah. Ia juga seorang yang menghabiskan malam-malamnya dengan mengajar ngaji di kampungnya. Namun perbuatannya yang tidak disengaja itu seolah menghapus semua kebaikan yang ada pada dirinya.

Aspuri bersalah, karena memenuhi pasal KUHP tentang pencurian. Menurut hakim yang memimpin persidangan Aspuri, perbuatan terdakwa yang memungut sehelai kaus tersebut memenuhi unsur tindak pidana yang diatur dalam Pasal 362. Hakim berkata, ”Pengertian Pasal 362, barang yang diambil tidak harus ada nilai ekonomisnya. Sepanjang tidak izin pemiliknya, maka perbuatan terdakwa sudah memenuhi unsur 362.”

Sahabat Sonora, ada pepatah ’nila setitik rusak susu sebelanga’. Selembar kaus yang dipungut Aspuri itu bukan untuk dia pakai sendiri. Setelah mengambil kaus itu, ia mnencuci dan memberikan kepada paman angkatnya. Namun perbuatannya yang tampak sepele itu berakibat fatal bagi dirinya. Ia mesti mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Dalam hidup ini banyak orang menganggap sepele terhadap apa yang dilakukannya. Mengapa hal ini bisa terjadi? Hal ini bisa terjadi karena orang kurang begitu peduli terhadap orang lain. Orang terlalu mengandalkan egoisme dirinya. Orang lebih mengutamakan kepentingan dirinya sendiri.

Karena itu, kisah tadi mau mengajak kita untuk introspeksi diri. Kita mesti menukik ke dalam diri kita sendiri untuk merefleksikan perbuatan-perbuatan kita. Perbuatan yang kita lakukan mesti didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang matang dan manusiawi. Dengan demikian, perbuatan yang kita lakukan itu sungguh-sungguh baik dan berguna bagi banyak orang. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


682

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.