Apa yang akan Anda lakukan ketika Anda menghadapi berbagai kebohongan dalam hidup? Anda biarkan begitu saja? Atau Anda berusaha untuk berusaha untuk hidup benar?
Di Yunani kuno, ada filsuf bernama Socrates (470 – 399 Seb. M). Para penguasa yang culas dibuatnya menjadi marah dan dendam kepadanya. Socrates dianggap telah melakukan tindakan subversif atau tindakan makar. Socrates – si pembela kaum miskin – ini dijatuhi hukuman mati pada umur yang ke-70. Atau Socrates akan selamat, jika tidak menyuarakan kebenaran yang ada dalam masyarakat.
Para muridnya datang kepada Socrates untuk meminta dia mengalah saja. Mereka berharap, ia berkompromi dengan orang yang mempunyai kuasa dan punya uang.
Namun Socrates berkata, “Tidak, tidak! Saya tidak akan diam dan saya tidak akan berhenti untuk membela kaum tertindas. Pengakuan salahku akan membuat mereka enak kembali. Sekarang, setidaknya mereka sudah terjaga. Mereka akan berhati-hati, jika akan mengambil keputusan. Aku membuat diri mereka panas dan gerah serta gelisah. Dan apabila mereka ingin membunuhku, terserah. Tetapi aku tidak akan berhenti untuk berjuang.”
Socrates tidak menghitung untung rugi. Ia memilih mati demi keyakinannya, demi kepeduliannya terhadap masyarakat kecil. Meski sudah mati, namun suaranya masih punya arti bagi yang kecil, bagi yang tersingkir dan yang miskin.
Sahabat, kebenaran sering mengusik oleh orang-orang yang tidak menyukainya. Orang yang ingin berkuasa secara sewenang-wenang sering takut oleh kebenaran. Mereka takut kalau-kalau kebohongan demi kebohongan yang mereka sembunyikan akan ketahuan. Karena itu, siapa saja yang menyuarakan kebenaran akan dibungkam dengan berbagai cara.
Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa memperjuangkan kebenaran tidak semudah yang dibayangkan. Orang mesti berani menghadapi berbagai resiko yang akan menimpa dirinya. Socrates berani menghadapi resiko itu. Ia rela dihukum mati, yang penting kebenaran ditegakkan. Suara kebenaran yang diwartakannya mesti tetap berdengung, meski ia diancam hukuman mati oleh para penguasa pada zamannya.
Di negeri ini kebenaran sering kurang dihargai. Banyak orang merasa lebih berguna membohongi orang yang lebih berkuasa daripada dirinya. Atau sebaliknya, banyak orang yang berkuasa merasa patut membohongi bawahannya. Akibatnya, terjadi banyak kebohongan di negeri ini. Ada kebohongan publik yang dilakukan oleh sejumlah orang, sehingga kesejahteraan di negeri ini belum tercapai.
Cita-cita untuk memiliki suatu bangsa yang berkeadilan sosial bagi segenap penghuni negeri ini belum bisa diraih. Masih ada jalan panjang yang mesti dilewati. Masih ada jurang dan ngarai yang mesti dituruni. Pertanyaannya, sampai kapan segenap rakyat di negeri ini dapat merasakan keadilan yang merasa?
Untuk itu, yang mesti dilakukan adalah suatu pertobatan massal. Artinya, orang mesti kembali memperjuangkan kebenaran untuk membangun suatu bangsa yang adil dan sejahtera bagi semua orang.
Karena itu, orang mesti bercermin pada Tuhan yang adalah kebanaran sejati. Orang beriman mesti menerima kehadiran Tuhan dalam hidupnya. Ketika orang dikuasai oleh kebohongan, orang menjauhkan diri dari Tuhan. Tuhan bukan andalan hidupnya. Mari kita andalkan Tuhan untuk membangun kebenaran dalam hidup. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales SCJ
Majalah FIAT
989
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.