Pages

08 November 2013

Perjuangkan Hidup hingga Nafas Terakhir

 


Apa yang akan Anda lakukan ketika hidup ini terasa kurang membahagiakan? Anda memutuskan untuk menghentikan hidup Anda? Atau Anda akan berjuang sekuat tenaga untuk mempertahankan dan mengembangkan hidup Anda?

Tidak semua orang mengenal Jean-Dominique Bauby, kecuali kaum perempuan dan mereka yang berbahasa Perancis atau mereka yang suka membaca majalah bernama Elle. Ia adalah pemimpin redaksi Elle. Tahun 1996 ia meninggal dalam usia 45 tahun setelah menyelesaikan memoarnya yang ditulisnya dengan sangat istimewa. Ia memberi judul memoarnya dengan Le Scaphandre et le Papillon. Artinya, Buih dan Kupu-kupu.

Tahun 1995, ia terkena stroke yang menyebabkan seluruh tubuhnya lumpuh. Ia mengalami apa yang disebut 'locked-in syndrome', kelumpuhan total yang disebutnya 'seperti pikiran di dalam botol'.

Memang, ia masih dapat berpikir jernih, tetapi sama sekali tidak bisa berbicara maupun bergerak. Satu-satunya otot yang masih dapat diperintahnya adalah kelopak mata kirinya. Jadi itulah caranya ia berkomunikasi dengan para perawat, dokter rumah sakit, keluarga dan temannya.

Mereka menunjukkan huruf demi huruf dan Jean akan berkedip bila huruf yang ditunjukkan itu yang dipilihnya. Bukan main. Luar biasa!

Betapa mengagumkan tekad dan semangat hidup maupun kemauannya untuk tetap menulis dan membagikan kisah hidupnya yang begitu luar biasa. Ia meninggal 3 hari setelah bukunya diterbitkan. Salah satu ungkapan yang dituangkannya dalam memaornya adalah "Saya akan menjadi orang yang paling berbahagia di dunia, jika saya dapat dengan biasa mengunyah ludah yang ada di dalam mulut saya.”

Mengapa ia menulis seperti itu? Karena mengunyah ludahnya sendiri pun ia tidak mampu. Dalam kondisi seperti itu, Jean berjuang. Ia tidak berhenti memupuk semangatnya untuk hidup. Sayang, setahun kemudian setelah stroke itu, ia menghembuskan nafas terakhirnya. Ia meninggalkan kenangan yang manis buat orang-orang di sekitarnya.

Sahabat, perjuangan tanpa henti mesti senantiasa ditunjukkan oleh setiap insan. Mengapa? Karena setiap kita telah diberi kemampuan untuk menumbuhkembangkan hidup kita. Tuhan telah memberi kita martabat yang begitu mulia. Martabat itu mesti kita perjuangkan terus-menerus dalam keseharian hidup kita.

Kisah Jean tadi mengajak kita untuk memandang hidup ini begitu bernilai dan mulia. Kita diberi anugerah yang berlimpah-limpah oleh Tuhan. Hal ini sangat disadari oleh Jean. Ia berjuang meski hanya bisa menggerakkan kelopak mata kirinya. Dalam kondisi seperti itu, ia masih bisa menelurkan sebuah karya yang bernilai.

Hidup ini begitu bernilai. Saya kira semua orang beriman akan setuju terhadap pernyataan ini. Soalnya, banyak orang tahu tentang hal ini, tetapi tidak menjadi kenyataan dalam hidup sehari-hari. Banyak orang melukai diri sendiri dengan dosa dan kesalahan yang dilakukannya. Orang tega membunuh dirinya secara perlahan-lahan dengan mengkonsumsi narkoba, alkohol atau rokok. Orang tega menyengsarakan sesamanya dengan manipulasi dan korupsi.

Orang beriman tentu akan menghindari semua hal negatif yang merugikan dirinya. Karena itu, kita mesti memperjuangkan hidup ini seperti yang telah diperjuangkan oleh Jean hingga nafas terakhirnya. Dengan demikian, hidup ini sungguh-sungguh bermakna. Kita dapat mengalami sukacita dan damai dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT
 
978

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.