Di suatu jalan yang ramai terjadi tabrakan antara dua mobil. Kerusakan tidak parah. Hanya lecet-lecet pada bemper masing-masing. Namun bagi salah seorang pengendara, seorang perempuan, tabrakan kecil itu menyimpan rasa cemas luar biasa dalam hatinya. Bukan karena ia yang salah dalam peristiwa itu. Tetapi mobil yang dia kendarai itu mobil baru. Tiga hari yang lalu suaminya baru membeli mobil itu. Baru keluar dari showroom.
Akibatnya, perempuan itu menjadi panik. Setelah kedua mobil itu minggir, perempuan itu keluar dari mobilnya. Ia mendekati pengendara mobil yang lain yang duduk tenang-tenang di dalam mobilnya. “Bagaimana, pak? Apa yang harus segera kita lakukan?” tanya perempuan itu.
Lelaki yang ada di belakang kemudi itu bertanya, “Ibu mau apa? Yang jelas, ibu yang salah. Ibu yang menabrak mobil saya. Ibu mau ke polisi?”
Dalam kebingunan, perempuan itu menjawab, “Kita damai saja. Saya harus menanggung biaya perbaikan mobil bapak.”
Dengan sigap, lelaki itu berusaha menenangkan perempuan itu. Ia sadar, mobilnya tidak perlu perbaikan. Paling, lecet sedikit saja. Lelaki itu berkata, “Ibu, kenapa ibu begitu panik? Mobil saya tidak apa-apa.”
“Tetapi.... suami saya...” kata perempuan itu.
Lelaki itu tersenyum. Dalam hatinya ia berpikir bahwa perempuan itu seorang yang taat kepada suaminya. Lalu ia berkata, “Ibu, lebih baik ibu kembali ke mobil. Coba lihat surat-surat ibu. Jangan-jangan ibu tidak punya SIM.”
Perempuan itu kembali ke mobilnya. Ia membuka laci mobilnya dan menemukan sepucuk surat dari suaminya. Tulisan tangan suaminya tertulis jelas, “Kalau suatu saat terjadi kecelakaan, ingatlah sayang, engkaulah yang lebih kucintai, bukan mobil ini.”
Perempuan itu menjadi lega. Cinta suaminya atas dirinya mengatasi segalanya. Sesaat kemudian perempuan itu meninggalkan tempat itu. Ternyata suaminya lebih menaruh cintanya kepadanya daripada pada mobil yang baru ia beli tiga hari yang lalu.
Dalam kehidupan sehari-hari cinta personal sering kali dikaburkan oleh hadirnya hal-hal lain dalam hidup. Cinta sejati itu dilunturkan oleh pandangan mengenai hal-hal sekunder dalam hidup ini. Harta kekayaan, misalnya, sering menjadi pemicu hancurnya cinta kasih dua insan yang telah membina hidup berkeluarga bertahun-tahun.
Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa harta kekayaan bukanlah segala-galanya. Harta itu hanyalah hal sekunder dalam hidup ini. Yang utama dalam hidup ini adalah jalinan cinta kasih yang mesti dipelihara terus-menerus oleh manusia yang saling mencintai.
Setiap hari ini merajut cinta kasih di antara kita dengan berbagai cara. Yang diharapkan adalah kita mau memelihara cinta kasih itu bagi hidup kita dan sesama yangg ada di sekitar kita. Dengan demikian, tercipta suatu dunia yang baik, aman, damai dan sejahtera.
Karena itu, mari kita bawa seluruh pengalaman cinta kita dalam hidup kita sehari-hari. Jangan biarkan cinta sejati itu dikaburkan oleh hal-hal yang sekunder. Untuk itu, kita mohon agar Tuhan yang mahacinta menguatkan dan menyempurnakan cinta kita. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com
381
Bagikan
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.