Ada seorang miskin yang tinggal di sebuah gubuk kecil. Pada suatu hari datang seorang kaya yang ingin membeli gubuk itu. Orang miskin itu tidak keberatan. Apalagi di hadapannya berdiri seorang kaya yang sangat menginginkan gubuknya itu.
Lalu orang miskin itu berniat untuk memperbaiki gubuknya. Dia pergi ke mana-mana mencari bahan untuk memperbaiki gubuk itu. Dia sangat bangga ada orang yang sangat kaya yang menginginkan gubuknya. Hasil perbaikan itu memperindah gubuk itu. Ia sangat senang melihatnya.
Ia berkata dalam hatinya, “Wah, orang kaya itu pasti akan senang memiliki gubuk saya ini. Bukankah sewaktu jelek pun dia menyukainya?”
Setelah beberapa hari, orang kaya itu datang kepada orang miskin itu. Dengan segepok uang di tangannya, ia menyerahkan uang kepada orang miskin itu. Orang miskin itu sangat gembira. Bukan pertama-tama ia memiliki uang yang banyak. Tetapi karena orang kaya itu ternyata menghargai karyanya. Hari itu juga gubuk itu menjadi milik orang kaya itu.
Keesokan harinya, orang kaya itu datang ke tempat gubuk itu berdiri. Ia membawa serta sebuah buldozer. Hanya sekali gerakan, gubuk itu sudah rata dengan tanah. Melihat peristiwa itu, orang miskin itu berteriak-teriak. Ia protes kepada orang kaya itu, “Jangan bongkar gubuk saya. Saya sudah berusaha untuk memperbaikinya begitu bagus.”
Orang kaya itu tersenyum kepadanya. Lalu ia berkata kepada orang miskin itu, “Saya tidak menginginkan gubuk reyotmu. Tetapi saya hanya menginginkan tanahmu.”
Hati orang miskin itu sangat pilu. Tetapi ia tidak bisa melawan. Gubuk dan tanah itu bukan miliknya lagi. Sudah menjadi milik orang kaya itu. Ia tidak punya hak apa-apa lagi terhadap gubuk dan tanah itu.
Sering kali kita merasa bahwa yang kita milik saat ini adalah segala-galanya. Tidak ada yang lebih indah atau bagus daripada yang kita miliki. Ini yang namanya kita melihat diri hanya dari satu perspektif. Sebenarnya masih ada perspektif-perspektif lain yang perlu dilihat, agar kita dapat kembangkan diri kita secara utuh.
Untuk itu, kita butuh orang lain untuk melihat diri kita dari sudut pandang yang lain. Orang akan melihat baik dan buruk diri kita dari sisi yang lain. Kalau hal ini kita terima, akan sangat membantu kita dalam proses pertumbuhan kepribadian kita. Hal ini menjadi sumbangan yang besar bagi hidup kita.
Karena itu, kita butuh keterbukaan hati untuk menerima semua penilaian terhadap diri kita. Hanya melalui hati yang terbuka kita dapat mengembangkan diri kita secara utuh.
Setiap hari kita berusaha semaksimal mungkin untuk mengembangakn pribadi kita. Ada orang yang menyoroti aspek hidup batin kita yang mungkin labil. Ada yang menilai aspek relasi kita yang kurang harmonis dengan sesama di sekitar kita. Ada yang memberi pujian terhadap setiap perbuatan baik yang kita lakukan untuk sesama kita. Semua itu menjadi sarana bagi kita untuk mengembangkan hidup kita. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com
377
Bagikan
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.