Pages

01 Mei 2010

Iman yang Hidup


Di suatu daerah terjadi kelaparan. Banyak anak yang mengalami gizi buruk. Ada yang mengalami busung lapar. Kondisi tubuh mereka sangat mengenaskan. Sementara orang-orang dewasa tampak kurus kering. Tiada makanan bergizi yang dapat membuat mereka tumbuh dengan baik. Akibat lanjut dari gizi buruk bagi anak-anak itu adalah pertumbuhan otak mereka juga terhambat.

Selidik punya selidik, ternyata akibat dari kelaparan yang melanda daerah itu adalah kaum lelaki malas bekerja. Yang bekerja di ladang dan sawah hanya kaum ibu. Sedangkan kaum lelaki menghabiskan waktu mereka di meja judi. Pagi-pagi buta kaum ibu itu berangkat ke sawah atau ladang. Mereka tidak sempat lagi menyiapkan makan untuk anak-anak mereka. Mereka baru tiba kembali di rumah pada sore hari. Akibatnya, anak-anak mereka terlantar. Apalagi suami-suami mereka tidak peduli terhadap anak-anak mereka.

Kelaparan tidak bisa dielakkan. Namun kaum lelaki tetap cuek. Mereka melanjutkan kebiasaan bermain judi. Mereka memaksa istri-istri mereka untuk memberi mereka uang untuk berjudi. Kalau tidak diberi, kaum istri itu menjadi sasaran pukulan. Mereka juga tidak segan-segan menggadaikan tanah yang mereka miliki untuk berjudi.

Salah satu penyebab kemiskinan adalah kemalasan. Dalam suasana malas itu orang tidak bisa berpikir kreatif. Seolah-olah tidak ada jalan untuk keluar dari kungkungan kemiskinan itu. Dalam keadaan seperti ini orang cenderung mencari yang enak dan menyenangkan bagi diri sendiri. Orang tidak peduli bahwa mereka juga makhluk sosial yang mesti terlibat dalam kehidupan bersama. Orang tidak peduli bahwa hidup mereka juga memiliki fungsi untuk memajukan kehidupan bersama.

St Paulus mengatakan bahwa kalau orang tidak bekerja janganlah ia makan. Melalui kerja seseorang mengekspresikan seluruh hidupnya. Melalui kerja orang mengungkapkan imannya kepada Tuhan yang disembahNya. Orang yang beriman itu tidak hanya mengungkapkan imannya dengan rajin beribadat dan berdoa. Tetapi orang yang beriman itu juga menghayati imannya dalam hidup yang nyata dengan bekerja untuk mencari nafkah.

Bekerja atau memiliki pekerjaan juga merupakan wujud tanggung jawab kita terhadap masyarakat di sekitar kita. Orang yang bekerja menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia memiliki tanggung jawab untuk memajukan masyarakatnya. Dengan gaji yang ia miliki, ia dapat menyumbang kepada masyarakat melalui pajak. Ia tidak menyumbang pengangguran kepada masyarakat. Ia tidak menyumbang kemiskinan kepada masyarakat di mana ia hidup.

Orang yang beragama itu orang yang selalu menghayati imannya dalam hidup sehari-hari. Bekerja atau memiliki pekerjaan yang baik itu menjadi suatu penghayatan iman kepada Tuhan. Karena itu, kesadaran untuk bekerja merupakan suatu tuntutan terhadap seorang yang beriman. Ia tidak cukup hanya mengatakan ia seorang beriman dengan rajin beribadat dan berdoa. Iman itu mesti ditunjukkan dalam perbuatan nyata. Caranya adalah dengan bekerja untuk menghidupi diri sendiri dan sesama.

Kalau orang berani menyingsingkan lengan baju untuk bekerja keras bagi diri dan sesama, imannya sungguh-sungguh hidup. Karena iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati. Iman yang hidup itu mesti tampak dalam perbuatan yang nyata pula.

Karena itu, mari kita berjuang untuk menghayati iman kita dengan bekerja yang benar dan rajin. Itulah bagian dari iman kita kepada Tuhan yang mahapengasih dan mahapenyayang. Sambil berdoa dan beribadat kepada Tuhan, kita terus bekerja untuk melepaskan diri dan masyarakat kita dari belenggu kemiskinan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com


364


Bagikan

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.