Ada sepasang suami istri yang sangat sibuk dengan berbagai usaha mereka. Mereka jarang sekali bertemu di rumah. Mereka juga tidak punya waktu untuk anak-anak mereka. Mereka berprinsip ‘asal ada uang semua akan beres’. Karena itu, anak-anak mereka jarang jumpai. Mereka menyediakan uang saku yang banyak untuk masing-masing anak.
Mereka terus memperluas usaha-usaha mereka di kota-kota lain. Mereka tidak pernah lelah mencari peluang-peluang baru. Mereka tidak pernah menyerah pada tantangan dan kesulitan yang menghadang mereka. Padahal mereka sudah punya segala sesuatu yang mereka butuhkan untuk hidup selama lima puluh tahun lagi.
Suami istri ini memang tidak pernah puas atas apa yang telah mereka miliki. Mereka ingin memiliki barang-barang kebutuhan hidup yang sebanyak-banyaknya. Hidup mereka sudah berkecukupan. Namun mereka masih saja tetap mau mengumpulkan harta kekayaan untuk diri mereka.
Suatu hari mereka diingatkan oleh salah seorang anak mereka yang merasa bosan tinggal di rumah. Anak itu mengatakan bahwa kedua orangtuanya tidak memperhatikan mereka lagi. “Mama, coba pikirkan kami. Kekayaan yang mama dan papa kumpulkan itu tidak lebih berharga dari kami,” kata anak itu kepada mamanya.
Namun sang mama cuek saja. Ia menganggap anaknya itu sudah cukup mendapatkan perhatian melalui uang saku yang semakin banyak setiap bulan itu. Bahkan ia keberatan terhadap kata-kata anaknya itu. Ia tetap jarang berada di rumah bersama anak-anaknya. Harta kekayaan sungguh-sungguh sangat menguasai dirinya. Ia tidak bisa lepas lagi dari kekayaannya itu.
Kelekatan pada harta kekayaan membawa orang jatuh pada menghalalkan segala cara. Demi uang, suami istri bisa mengabaikan tugas utama mereka dalam mendidik anak-anak mereka. Demi uang, mereka bisa meninggalkan rumah dan keluarga dalam waktu yang lama.
Harta kekayaan dapat menyilaukan mata orang. Akibatnya, orang menilai hidup ini dari seberapa banyak harta kekayaan yang dimiliki seseorang. Tentu saja hal ini akan sangat berbahaya bagi kehidupan manusia. Ada begitu banyak dimensi dalam pribadi manusia yang dapat hilang hanya karena orang terlalu lekat pada harta kekayaan itu.
Karena itu, sebagai orang beriman kita mesti hati-hati terhadap harta kekayaan itu. Harta mesti digunakan sebagai sarana untuk membantu hidup manusia menjadi lebih baik. Harta kekayaan itu bukan tujuan hidup manusia. Tujuan hidup manusia adalah kebahagiaan. Harta kekayaan dapat membantu manusia untuk mencapai tujuan hidupnya.
Ada nasihat, ‘Kuasailah harta kekayaan, maka engkau akan menang.’ Mari kita menggunakan harta kekayaan yang kita miliki dengan sebaik-baiknya demi kebahagiaan yang menjadi tujuan hidup kita. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com
254
Bagikan
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.