Pages

04 Desember 2009

Berkorban itu membahagiakan

Siang itu perempuan tua renta itu menyusuri aspal panas. Sebuah bakul seberat tujuh kilogram lengket di punggungnya. Sandal jepit yang mengalasi telapaknya menghindarkan perempuan tua itu dari pantulan panas dari aspal itu. Ia terus berjalan. Butir-butir keringat mengucur membasahi wajahnya.

Meski sudah tua, ia mesti bekerja untuk menghidupi dirinya dan seorang cucunya. Cucu laki-lakinya itu sudah enam tahun ditinggal mati oleh kedua orangtuanya. Mereka mengalami kecelakaan yang tragis di jalan raya. Perempuan tua itu kemudian menjadi tumpuan cucu satu-satunya itu.

Padi-pagi buta perempuan itu meninggalkan rumahnya. Ia berbelanja di pasar untuk dijual kembali di rumah yang juga berfungsi sebagai kios. Dengan cara itu, ia dapat menghidupi cucu dan dirinya sendiri. “Saya tidak tahu sampai kapan saya akan bekerja. Selama saya masih kuat, saya tetap bekerja. Saya tidak ingin melihat cucu saya mati kelaparan,” kata perempuan itu suatu ketika.

Tekadnya untuk membesarkan cucunya itu sangat tinggi. Ia tidak peduli begitu banyak tantangan dan kesulitan yang mesti ia hadapi. Ia tetap setia untuk mengurus cucunya itu. Ia menemukan kebahagiaan dalam hidupnya. Ia mendapatkan kepuasan batin dengan cara seperti itu.

Sebagai balasannya, cucunya sangat menyayanginya. Ia belajar dengan rajin. Ia menjadi juara di kelasnya. Ia pun selalu taat dan setia kepada neneknya. Dengan cara itu, ia mau mengungkapkan kasih sayang dan rasa terima kasihnya atas jerih payah neneknya.

Hidup kita ini dipenuhi dengan korban dan kasih dari sesama yang ada di sekitar kita. Ada orang merasa bahwa korban itu menjadi beban hidup yang begitu berat. Karena itu, korban yang ia tunjukkan menjadi suatu keterpaksaan belaka. Ia merasa berat untuk menyelesaikan tugas-tugas atau pekerjaan yang mesti ia tanggung. Akibatnya, orang tidak mengalami kebahagiaan atas korban yang ia persembahkan. Orang seperti ini biasanya banyak mengeluh ketika ia mesti berkorban.

Namun ada orang yang memiliki hati yang begitu terbuka untuk berkorban bagi sesamanya. Salah satu contoh adalah perempuan tua dalam kisah tadi. Ia mengalami sukacita dalam mengabdikan diri bagi cucunya. Ia mengalami betapa bahagianya hidup ini meski ia mesti bekerja keras untuk menghidupi cucunya.

Orang yang memiliki kerelaan untuk berkorban biasanya mengalami sukacita dalam hidupnya. Ia tidak biasa mengeluh atas korban yang ia berikan. Bahkan ia menemukan rahmat istimewa melalui korban itu. Ia bahagia karena ia menemukan dirinya dalam melakukan korban bagi sesama. Ia menemukan diri sebagai orang yang dikasihi oleh Tuhan, sehingga ia boleh digunakan oleh Tuhan untuk mencintai sesama.

Anda mau berkorban untuk sesama? Begitu banyak orang membutuhkan kasih dan perhatian dari Anda. Bersediakah Anda berkorban untuk mereka? Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com



Bagikan

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.