Pages

07 Januari 2011

Hidup Ini Begitu Berharga


Ada seorang ibu yang melahirkan anak secara normal. Namun anak yang lahir itu tidak normal. Anak itu lahir hanya memiliki pangkal otak. Ibu itu tahu dan sadar bahwa anak yang dilahirkan itu tidak akan hidup lama. Ia akan menghembuskan nafas terakhirnya. Denyut jantungnya yang normal tidak didukung oleh kondisi otak yang tidak normal. Karena itu, ia pasrah. Ia menyerahkan hidup anaknya kepada Tuhan. Hanya Tuhan yang mampu menyelenggarakan hidup bagi anaknya itu.

Yang dilakukan ibu itu adalah ia menerima kehadiran anaknya itu dengan hati yang tulus. Ia memberinya susu. Ia merawatnya. Ia mengajak anaknya itu berbicara layaknya anak-anak normal. Anak itu dapat menanggapi dirinya. Ia membalas kasih mamanya dengan senyum yang indah. Setiap hari hal itu terjadi. Ibu itu sangat bahagia menyaksikan kondisi anaknya.

Satu tahun kemudian anak itu meninggal dunia. Dalam damai ia menghembuskan nafas terakhirnya. Seutas senyum bahagia tersungging di wajah anak itu. Bagi sang mama, saat kematian itu menjadi saat yang sangat mengharukan. Ia menangis. Ia merasakan kehilangan yang luar biasa. Senyum kasih anaknya telah pergi untuk selamanya. Ia tidak dapat memberinya kasih lagi.

Namun beberapa hari kemudian, ibu itu menemukan sukacita. Mengapa? Karena kasih yang ia berikan bagi anaknya itu tidak sia-sia. Kebahagiaan ternyata telah menemani hari-hari hidup anaknya yang singkat itu. Ia bersyukur, ia boleh dipercaya oleh Tuhan untuk memelihara dan mengasihi buah hatinya. Hidup itu begitu indah. Hidup itu berharga.

Sahabat, hidup yang indah dan berharga itu menjadi semakin berharga ketika ada kasih yang menyertainya. Hidup tanpa kasih, kata orang, bagai sayur tanpa garam. Untuk memiliki kasih yang sejati, orang mesti berani mengorbankan hidupnya. Korban itu mesti ditampakkan dalam perbuatan yang nyata.

Kisah tadi menunjukkan bahwa korban itu tidak sia-sia. Kasih yang ditunjukkan dalam hidup sehari-hari itu ternyata membuahkan hasil yang nyata. Anak itu mengalami sukacita dan damai. Anak itu menemukan kasih yang tulus dari sang ibu. Anak itu menemukan betapa hidup ini sungguh-sungguh berharga.

Keindahan dan berharganya hidup tidak diukur dari panjang atau pendeknya hidup seseorang. Juga tidak diukur dari kaya dan miskinnya orang. Atau tidak juga diukur dari tinggi atau rendahnya jabatan seseorang. Namun indah dan berharganya hidup seseorang diukur dari bagaimana orang menjalani hidup ini. Karena itu, ukuran yang sesungguhnya terletak pada bagaimana seseorang memaknai hidup ini dalam kasih. Kasih itu menjadi ukuran indah dan berharganya hidup ini.

Karena itu, orang beriman mesti senantiasa memaknai hidup ini dengan kasih yang tulus. Ketulusan kasih itu mampu membawa orang untuk tetap setia kepada Tuhan dan sesama. Orang mampu membagikan kasih itu kepada sesama yang dijumpainya dalam hidup sehari-hari. Mengapa? Karena hidup ini bukan hanya untuk diri sendiri. Hidup kita ini juga diperuntukkan bagi sesama. Mari kita memaknai indah dan berharganya hidup ini dengan membagikan kasih kita kepada sesama. Dengan demikian, hidup ini semakin bermakna. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.