Pages

15 Januari 2011

Belajar untuk Tidak Menuntut Tuhan

Ada seorang pemuda yang taat berdoa. Ia sedang berpacaran dengan seorang gadis muda yang baik hati. Keduanya adalah dua konglomerat kaya. Masing-masing mereka selalu berdoa, “Tuhan berikanlah aku pasangan yang menurut Engkau terbaik...”

Setelah mereka menikah, keadaan berubah. Doa mereka berubah menjadi, “Tuhan, berikanlah kami anak yang terbaik.”

Tetapi setelah tujuh tahun menikah, mereka belum dikaruniai anak. Namun setelah mereka berdoa dan berdoa, akhirnya mereka mempunyai anak. Tuhan ternyata mendengarkan doa mereka. Kali ini doa mereka berubah lagi, “Tuhan, biarlah anak ini menjadi anak yang terbaik bagi kami.”

Setelah sembilan bulan sang istri mengandung, lahirlah seorang anak bagi mereka. Seorang anak laki-laki. Sang ayah langsung melonjak kegirangan. Tetapi setelah tiga hari, sang dokter memanggil sang ayah ke rumah sakit. Dokter itu berkata, ”Pak, dengan berat hati saya harus menyampaikan kabar buruk kepada Anda. Apakah Anda siap menerimanya?”

Si ayah menjawab, ”Kabar apapun, saya siap menerimanya. Saya siap menghadapi yang terburuk”

Dokter itu mengatakan bahwa putranya tidak akan bertumbuh dengan normal seperti anak-anak yang lain. Putranya akan menderita suatu kecacatan yang tidak dapat disembuhkan, yaitu cacat mental yang serius.”

Sambil menitikkan air mata, sang ayah berdoa, ”Tuhan, apapun yang Engkau berikan kepadaku, aku tahu semuanya baik. Engkau tidak pernah mencelakakan anak-anakMu.”

Sahabat, biasanya orang yang doanya tidak dikabulkan oleh Tuhan itu mengeluh. Mereka menuntut keadilan dari Tuhan. Mereka sering memaksa Tuhan untuk mengabulkan doa-doa mereka. Padahal dikabulkan atau tidak doa-doa mereka itu bukan urusan mereka. Tuhan yang punya urusan terhadap terkabulnya doa seseorang.

Karena itu, kisah tadi menunjukkan suatu iman yang sangat mendalam kepada Tuhan. Sang ayah begitu pasrah kepada Tuhan. Apa pun yang diberikan oleh Tuhan ia terima dengan sukacita. Ia tidak mengeluh. Ia tidak menuntut Tuhan untuk mengabulkan doa-doanya sesuai dengan kehendak pribadinya. Yang ia inginkan adalah kehendak Tuhan terjadi atas dirinya. Bukan kehendaknya yang ia paksakan kepada Tuhan.

Orang yang bersikap seperti ini biasanya orang yang bahagia dalam hidupnya. Orang yang hidup apa adanya. Meski ia memiliki segala sesuatu yang ia butuhkan untuk hidupnya, ia tetap merendahkan dirinya di hadapan Tuhan. Baginya, Tuhan adalah segalanya dalam hidupnya. Hanya Tuhan yang dapat memberikan yang terbaik bagi dirinya.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk tetap menyerahkan seluruh hidup kita kepada Tuhan. Sikap iman yang benar adalah sikap pasrah. Suatu sikap yang hanya mengandalkan Tuhan di dalam hidup ini. Sikap seperti ini mendatangkan sukacita dan damai dalam hidup ini. Mari kita belajar untuk berdoa penuh iman kepada Tuhan yang mahapengasih dan penyayang. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


591

1 komentar:

carson mengatakan...

Like this ...

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.