Dalam perjalanan ke Amerika Serikat di tahun 1994 lalu, saya dan teman saya mesti menginap di Singapura. Pasalnya, pesawat yang kami tumpangi baru berangkat keesokan harinya. Baru pertama kali keluar negeri, membuat kami kurang begitu tahu banyak tentang situasi luar negeri seperti di Singapura.
Karena itu, kami pun menginap selama 12 jam di hotel transit yang ada di Bandara Cangi. Bayarannya pun cukup mahal. Padahal sebenarnya kalau mau nginap, tidak harus 12 jam. Cukup enam jam. Enam jam yang sisa adalah menikmati bandara Changi yang canggih. Atau bisa jalan-jalan di kota Singapura yang mungil itu.
Begitu masuk hotel, kami langsung tidur. Kami menikmati istirahat panjang di kamar hotel yang cukup luks itu. Hingga keesokan harinya, kami hanya menikmati dinding-dinding hotel itu.
Tidak ada yang menarik. Tidak ada gemerlap seperti di tengah-tengah kota Singapura. Yang ada hanya sebuah televisi yang menyiarkan berita-berita seputar kota Singapura. Bagi saya, siaran-siaran televisi itu hanya pengantar tidur. Kami telah kehilangan kesempatan untuk menikmati indahnya kota Singapura.
Memang, istirahat panjang malam itu membantu kami untuk perjalanan panjang menuju Amerika Serikat. Namun tetap saja kami telah melepaskan kesempatan emas menikmati indahnya kota Singapura dan budaya bersih yang dimilikinya.
Sahabat, kadang-kadang kita salah perhitungan. Antara apa yang kita pikirkan dengan kenyataan sering berbeda. Akibatnya, kita menyesal setelah kita sungguh-sungguh menyadari kesalahan kita. Semua sudah berlalu baru kita sadar. Semua sudah tiada baru kita ingat akan penting dan bermaknanya sesuatu.
Dalam hidup ini banyak orang juga kehilangan kesempatan-kesempatan terindah. Apa yang semestinya dinikmati dalam hidup ini, berlalu begitu saja. Orang menyesal. Kesempatan emas berlalu begitu saja tanpa tanggapan. Makna hidup menjadi berkurang. Orang dapat menjadi lesu dalam hidupnya.
Sering orang beriman juga kehilangan hal yang paling penting dalam hidup mereka. Kesibukan yang menumpuk dapat mengaburkan perhatian mereka kepada Sang Pencipta yang telah memberikan kehidupan ini. Tuhan sering diabaikan. Suara Tuhan tidak didengarkan. Atau suara Tuhan dianggap sepele. Tidak berguna. Tidak mempunyai makna. Ketika orang mengalami persoalan-persoalan dalam hidup baru mereka sadar betapa hidup ini begitu berarti. Hidup ini memiliki makna yang begitu dalam. Ternyata Tuhan selalu menyertai hidupnya.
Karena itu, tidak usah heran kalau orang beriman menuntut keadilan dari Tuhan, ketika kesulitan hidup menimpanya. Padahal yang terjadi adalah perhatian orang sudah berubah. Bukan kepada Tuhan, tetapi kepada diri sendiri. Orang terlalu mementingkan dirinya sendiri saja.
Sebagai orang beriman, kita mesti selalu memusatkan hidup kita pada Tuhan. Mengapa? Karena hanya Tuhanlah satu-satunya yang memberikan jaminan bagi hidup kita. Tuhan adalah kekal abadi. Manusia yang tidak abadi tidak bisa memberikan jaminan terhadap orang lain. Mari kita berserah diri kepada Tuhan. Dengan demikian, hidup kita menjadi indah. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
Karena itu, kami pun menginap selama 12 jam di hotel transit yang ada di Bandara Cangi. Bayarannya pun cukup mahal. Padahal sebenarnya kalau mau nginap, tidak harus 12 jam. Cukup enam jam. Enam jam yang sisa adalah menikmati bandara Changi yang canggih. Atau bisa jalan-jalan di kota Singapura yang mungil itu.
Begitu masuk hotel, kami langsung tidur. Kami menikmati istirahat panjang di kamar hotel yang cukup luks itu. Hingga keesokan harinya, kami hanya menikmati dinding-dinding hotel itu.
Tidak ada yang menarik. Tidak ada gemerlap seperti di tengah-tengah kota Singapura. Yang ada hanya sebuah televisi yang menyiarkan berita-berita seputar kota Singapura. Bagi saya, siaran-siaran televisi itu hanya pengantar tidur. Kami telah kehilangan kesempatan untuk menikmati indahnya kota Singapura.
Memang, istirahat panjang malam itu membantu kami untuk perjalanan panjang menuju Amerika Serikat. Namun tetap saja kami telah melepaskan kesempatan emas menikmati indahnya kota Singapura dan budaya bersih yang dimilikinya.
Sahabat, kadang-kadang kita salah perhitungan. Antara apa yang kita pikirkan dengan kenyataan sering berbeda. Akibatnya, kita menyesal setelah kita sungguh-sungguh menyadari kesalahan kita. Semua sudah berlalu baru kita sadar. Semua sudah tiada baru kita ingat akan penting dan bermaknanya sesuatu.
Dalam hidup ini banyak orang juga kehilangan kesempatan-kesempatan terindah. Apa yang semestinya dinikmati dalam hidup ini, berlalu begitu saja. Orang menyesal. Kesempatan emas berlalu begitu saja tanpa tanggapan. Makna hidup menjadi berkurang. Orang dapat menjadi lesu dalam hidupnya.
Sering orang beriman juga kehilangan hal yang paling penting dalam hidup mereka. Kesibukan yang menumpuk dapat mengaburkan perhatian mereka kepada Sang Pencipta yang telah memberikan kehidupan ini. Tuhan sering diabaikan. Suara Tuhan tidak didengarkan. Atau suara Tuhan dianggap sepele. Tidak berguna. Tidak mempunyai makna. Ketika orang mengalami persoalan-persoalan dalam hidup baru mereka sadar betapa hidup ini begitu berarti. Hidup ini memiliki makna yang begitu dalam. Ternyata Tuhan selalu menyertai hidupnya.
Karena itu, tidak usah heran kalau orang beriman menuntut keadilan dari Tuhan, ketika kesulitan hidup menimpanya. Padahal yang terjadi adalah perhatian orang sudah berubah. Bukan kepada Tuhan, tetapi kepada diri sendiri. Orang terlalu mementingkan dirinya sendiri saja.
Sebagai orang beriman, kita mesti selalu memusatkan hidup kita pada Tuhan. Mengapa? Karena hanya Tuhanlah satu-satunya yang memberikan jaminan bagi hidup kita. Tuhan adalah kekal abadi. Manusia yang tidak abadi tidak bisa memberikan jaminan terhadap orang lain. Mari kita berserah diri kepada Tuhan. Dengan demikian, hidup kita menjadi indah. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.