Suatu hari seorang ibu datang ke seorang guru bijak. Ia berkata, ”Guru, saya punya banyak dosa. Saya telah memfitnah, membohongi dan menggosipkan orang lain dengan hal buruk. Kini saya menyesal dan memohon maaf lahir dan batin. Bagaimana caranya, agar Tuhan mengampuni semua kesalahan saya?”
Guru bijak itu berkata, ”Ambillah bantal di tempat tidurku. Bawalah ke alun-alun kota. Di sana, bukalah bantal itu sampai bulu-bulu ayam dan kapas di dalamnya keluar tertiup angin. Itulah bentuk hukuman atas kata-kata jahat yang telah keluar dari mulutmu.”
Meski kebingungan, akhirnya ia menjalani ’hukuman’ yang diperintahkan kepadanya. Di alun-alun ia membuka bantal dan dalam sekejap bulu ayam dan kapas beterbangan tertiup angin.
Setelah selesai, ia kembali menghadap guru bijak itu. Ia berkata, “Guru, saya telah melakukan apa yang guru perintahkan. Apakah sekarang saya sudah diampuni?”
Dengan wajah sedih, guru bijak itu berkata, “Kamu belum dapat pengampunan. Kamu baru menjalankan separuh tugasmu. Kini kembalilah ke alun-alun dan pungutlah kembali bulu-bulu ayam dan kapas yang tadi beterbangan tertiup angin.”
Sahabat, kata-kata yang keluar dari mulut kita akan menggema terus-menerus. Orang yang mendengarkan kata-kata kita akan tetap mengingatnya, meskipun kita sudah melupakan apa yang telah kita ucapkan. Kalau kata-kata yang kita ucapkan itu baik, kenangan akan kita pun akan baik. Namun kalau kata-kata kita itu jelek dan tidak menyenangkan orang lain, kita akan dikenang sebagai orang yang tidak baik. Mengapa? Karena orang akan menilai kita dari tutur kata yang lahir dari hati kita. Apa yang kita katakan dapat menjadi patokan penilaian terhadap diri kita.
Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa kita mesti hati-hati dalam berkata-kata. Kita mesti memilih kata-kata yang tepat yang tidak melukai hati orang lain. Gosip mesti kita singkirkan, karena gosip itu akan segera menyebar. Padahal gosip yang kita buat itu belum tentu sesuai dengan kebenaran. Hal seperti ini akan menyakitkan hati orang lain. Orang yang belum tentu melakukan suatu kejahatan telah divonis oleh orang banyak, karena gosip yang datang dari mulut satu orang.
Karena itu, kebenaran mesti tetap dipegang teguh dalam hidup ini. Orang mesti berani mengatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Orang tidak boleh merekayasa sesuatu yang tidak benar melalui gosip itu. Dengan demikian, orang tidak menjerumuskan sesamanya ke dalam kebinasaan.
Orang mesti menyadari bahwa memulihkan nama baik seseorang yang sudah rusak itu tidak segampang membalikkan telapak tangan. Apalagi gosip yang dilakukan itu begitu gampang menyebar ke penjuru dunia. Karena itu, orang mesti berusaha untuk senantiasa menjaga mulutnya. Caranya adalah dengan mengatakan yang baik dan benar tentang seseorang. Artinya, orang mesti melakukan ferifikasi terlebih dahulu sebelum mengatakan yang bukan-bukan tentang sesamanya. Mari kita berusaha untuk berpikir positif tentang sesama kita. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
603
Guru bijak itu berkata, ”Ambillah bantal di tempat tidurku. Bawalah ke alun-alun kota. Di sana, bukalah bantal itu sampai bulu-bulu ayam dan kapas di dalamnya keluar tertiup angin. Itulah bentuk hukuman atas kata-kata jahat yang telah keluar dari mulutmu.”
Meski kebingungan, akhirnya ia menjalani ’hukuman’ yang diperintahkan kepadanya. Di alun-alun ia membuka bantal dan dalam sekejap bulu ayam dan kapas beterbangan tertiup angin.
Setelah selesai, ia kembali menghadap guru bijak itu. Ia berkata, “Guru, saya telah melakukan apa yang guru perintahkan. Apakah sekarang saya sudah diampuni?”
Dengan wajah sedih, guru bijak itu berkata, “Kamu belum dapat pengampunan. Kamu baru menjalankan separuh tugasmu. Kini kembalilah ke alun-alun dan pungutlah kembali bulu-bulu ayam dan kapas yang tadi beterbangan tertiup angin.”
Sahabat, kata-kata yang keluar dari mulut kita akan menggema terus-menerus. Orang yang mendengarkan kata-kata kita akan tetap mengingatnya, meskipun kita sudah melupakan apa yang telah kita ucapkan. Kalau kata-kata yang kita ucapkan itu baik, kenangan akan kita pun akan baik. Namun kalau kata-kata kita itu jelek dan tidak menyenangkan orang lain, kita akan dikenang sebagai orang yang tidak baik. Mengapa? Karena orang akan menilai kita dari tutur kata yang lahir dari hati kita. Apa yang kita katakan dapat menjadi patokan penilaian terhadap diri kita.
Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa kita mesti hati-hati dalam berkata-kata. Kita mesti memilih kata-kata yang tepat yang tidak melukai hati orang lain. Gosip mesti kita singkirkan, karena gosip itu akan segera menyebar. Padahal gosip yang kita buat itu belum tentu sesuai dengan kebenaran. Hal seperti ini akan menyakitkan hati orang lain. Orang yang belum tentu melakukan suatu kejahatan telah divonis oleh orang banyak, karena gosip yang datang dari mulut satu orang.
Karena itu, kebenaran mesti tetap dipegang teguh dalam hidup ini. Orang mesti berani mengatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Orang tidak boleh merekayasa sesuatu yang tidak benar melalui gosip itu. Dengan demikian, orang tidak menjerumuskan sesamanya ke dalam kebinasaan.
Orang mesti menyadari bahwa memulihkan nama baik seseorang yang sudah rusak itu tidak segampang membalikkan telapak tangan. Apalagi gosip yang dilakukan itu begitu gampang menyebar ke penjuru dunia. Karena itu, orang mesti berusaha untuk senantiasa menjaga mulutnya. Caranya adalah dengan mengatakan yang baik dan benar tentang seseorang. Artinya, orang mesti melakukan ferifikasi terlebih dahulu sebelum mengatakan yang bukan-bukan tentang sesamanya. Mari kita berusaha untuk berpikir positif tentang sesama kita. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
603
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.