Apa yang Anda kuatirkan tentang hidup ini? Banyak orang kuatir akan persediaan bahan-bahan untuk makan dan minum. Ada yang kuatir tidak punya barang-barang mewah untuk menunjang hidupnya.
“Kami tidak terlalu kuatir, jika anak-anak sekolah dasar kami tidak pandai Matematika. Kami jauh lebih kuatir, jika mereka tidak pandai mengantri,” kata seorang guru di Australia.
Sewaktu ditanya mengapa dan bisa begitu, ia mengatakan bahwa kita hanya perlu melatih anak selama 3 bulan secara intensif untuk bisa Matematika. Sementara kita perlu melatih anak hingga 12 tahun atau lebih untuk bisa mengantri. Ia mengatakan, ada pelajaran berharga di balik proses mengantri.
“Tidak semua anak kelak akan berprofesi menggunakan ilmu Matematika kecuali TAMBAH, KALI, KURANG dan BAGI. Sebagian dari mereka ada yang jadi penari, atlet olimpiade, penyanyi, musisi, pelukis, politikus. Biasanya hanya sebagian kecil saja dari murid-murid dalam satu kelas yang kelak akan memilih profesi di bidang yang berhubungan dengan Matematika. Sementara semua murid dalam satu kelas pasti akan membutuhkan ‘Etika Moral dan Pelajaran Berharga’ dari mengantri di sepanjang hidup mereka kelak,” katanya.
Ia mengatakan, ada pelajaran berharga di balik mengantri. Anak belajar manajemen waktu. Jika ingin mengantri paling depan, datang lebih awal dan persiapan lebih awal. Anak belajar bersabar menunggu gilirannya tiba terutama, jika ia di antrian paling belakang.
“Anak belajar menghormati hak orang lain. Yang datang lebih awal dapat giliran lebih awal dan tidak saling serobot merasa diri penting. Anak belajar berdisiplin dan tidak menyerobot hak orang lain. Anak belajar kreatif untuk memikirkan kegiatan apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi kebosanan saat mengantri,” tandasnya.
Di Jepang, biasanya orang akan membaca buku saat mengantri. Saat mengantri, anak bisa belajar bersosialisasi menyapa dan mengobrol dengan orang lain di antrian. Anak belajar tabah dan sabar menjalani proses dalam mencapai tujuannya. Anak belajar hukum sebab akibat, bahwa jika datang terlambat, mereka harus terima konsekuensinya di antrian.
Sahabat, berapa dari Anda yang mau peduli terhadap orang lain saat berada di antrian? Mungkin bisa dihitung dengan jari-jari tangan kita. Begitu banyak orang tidak ingin antri. Orang ingin berada di garis depan dalam suatu antrian. Karena itu, mereka mudah menyerobot. Tidak peduli terhadap keberadaan orang lain. Orang merasa diri jauh lebih penting daripada sesamanya. Pertanyaannya, mengapa hal ini bisa terjadi? Hal ini bisa terjadi karena orang memiliki egoisme yang begitu besar.
Orang merasa dirinya yang paling penting. Orang tidak berani berhadapan dengan konsekuensi. Mokhtar Lubis, dalam bukunya Manusia Indonesia, mengatakan bahwa salah satu ciri orang Indonesia itu orang yang tidak bertanggungjawab. Orang yang tidak berani berhadapan dengan tanggung jawab. Selalu mengatakan ‘tidak’ atau ‘bukan saya’, ketika dimintai tanggungjawab atas kesalahan atau kejahatan yang dilakukannya.
Karena itu, yang dibutuhkan adalah belajar mengantri di tempat-tempat umum. Orang yang dengan sukarela mengantri itu orang yang memiliki rasa sabar yang tinggi. Orang seperti ini tidak pernah cemas akan kehidupannya. Mengapa? Karena ia sudah tahu akan konsekuensi yang dihadapinya, kalau ia tidak disiplin waktu. Akan ada kreativitas saat mengantri. Bisa saja menyapa orang-orang yang berada di depan, belakang atau samping kiri kanannya. Keramahannya memberikan kesempatan baginya untuk memiliki teman dan sahabat baru.
Sayang, di negeri ini tidak ada pendidikan untuk mengantri. Otak anak-anak Indonesia lebih dijejali oleh angka-angka matematis. Bukan nilai-nilai moral dan kehidupan yang sebenarnya lebih mereka butuhkan untuk perjalanan hidup mereka.
Untuk itu, dibutuhkan suatu kesadaran baru tentang makna kehidupan. Yang dibutuhkan dalam hidup ini bukan hal-hal material. Tetapi juga hal-hal moral dan spiritual yang justru membantu orang untuk maju dalam kehidupannya. Mari kita belajar untuk kehidupan yang lebih baik. Dengan demikian, hidup ini menjadi lebih harmonis. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales SCJ
Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT
1070
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.